BUKU BUKAN 350 Tahun
Dijajah hasil buah pikir G.J Resink. Resink adalah pendukung
kemerdekaan Indonesia. Ia sama sekali tidak menyangkal hak rakyat untuk
merdeka, dan sangat kritis terhadap kekuasaan kolonial. Namun simpati
atau keterlibatan dalam perjuangan kemerdekaan menurutnya tidak bisa
tenggelam dalam kesalahan melihat fakta-fakta, apalagi mengembangkan
mitos-mitos yang tidak berdasar. Karena itulah ia bersikeras membuktikan
bahwa penjajahan selama 350 tahun adalah mitos belaka.
Dilihat dari sudut hukum, bukti-bukti yang diajukannya mendukung
argumentasi itu. Tapi persoalannya kemudian bagaimana cara kita memahami
bukti-bukti yang ada. Cukup jelas bahwa Resink berpegangan pada paham
legalistik, yang berkutat pada rumusan hukum dan segala konsekuensi
logisnya.
Pemahaman sejarah yang diadopsi dari bangsa kolonial
telah menjadi doktrin bagi penerus bangsa ini. Hadirnya buku yang
mengungkap tentang mitos sejarah bangsa ini membuka pemikiran baru
bangsa ini. Masuknya Belanda di tanah Indonesia bukanlah menjadi
penguasa sepenuhnya di negeri ini. Kerajaan-kerajaan kecil pribumi
malahan hidup bebas dan merdeka. Kerajaan-kerajaan pribumi menjalani
hubungan kerjasama dalam berbagai bidang, terutama ekonomi. Hubungan ini
jangan dianggap sebagai bentuk penjajahan dari Belanda.
Berdasarkan
studi hukum internasional, keberadaan mereka tidaklah selama 300 tahun.
Belanda menempatkan perwakilan-perwakilannya di kerajaan-kerajaan
kecil pribumi hanya untuk menjalin kerjasama. Belanda juga tak punya
wewenang saat itu untuk mengadili perkara-perkara yang bukan menjadi
wewenang mereka.
Misalnya perjanjian dengan Sultan Siak pada
1889 yang menjadi syarat bagi penguasa kolonial untuk menguasai tambang
timah. Begitu pula perjanjian dengan Sumatera Timur pada 1909 yang
mengakui kebesaran raja setempat tapi di sisi lain mengubah daerah
kekuasaannya menjadi sebuah cupltuurgebied (daerah perkebunan) yang menghasilkan jutaan gulden setiap tahunnya untuk para pemilik perkebunan.
Dalam perjanjian itu disebutkan adanya platselijke raad atau
semacam dewan pemerintahan, tapi kekuasaannya hanya sebatas “kedaulatan
politik”, sementara urusan ekonomi dan eksploitasi, termasuk pengerahan
tenaga kerja yang terkenal kejam, diserahkan sepenuhnya kepada pemilik
perkebunan.
Begitu pula dengan Nota Colijn yang menjadi rujukannya untuk
memahami “kedaulatan” wilayah-wilayah merdeka di bagian timur
Nusantara. Dalam nota itu berulangkali ditekankan bahwa negeri-negeri
yang “merdeka” berada di bawah kekuasaan kolonial.
Resink
mengkaji kembali sejarah Indonesia selama abad ke 19 dan awal abad ke-20
berdasar arsip-arsip hukum. Semula berupa pengkajian terhadap
masalah-masalah hukum ketatanegaraan. Berkembang menjadi pemahaman yang
lebih luas, yaitu tentang hubungan-hubungan dalam hukum internasional
yang berlangsung lama antara Negara Hindia Belanda yang sedang meluas
dengan Negara-negara pribumi di kepulauan timur.
Buku ini juga
dapat dukungan positif dan tanggapan baik dari sejarawan Indonesia.
Seperti Asvi Warman Adam yang yang beri tanggapan setuju atas buku ini.
Taufik Abdullah sejarawan Indonesia juga ikut mendukung kebenaran yang
diungkap Resink melalui buku ini.
GERTRUDES Johannes
Resink lahir di Yogyakarta, 11 Oktober 1911. Meninggal di Jakarta, 4
September 1997 pada umur 85 tahun. Ia seorang penyair, eseis dan
sarjana Indonesia. Resink berasal dari keluarga berketurunan Indo.
Menjelang Perang Dunia II, Resink aktif di Stuwgroep,
suatu organisasi yang memperjuangkan kemerdekaan Hindia-Belanda dan
pembentukan negara konstitusional yang demokratis dengan tetap menjaga
hubungan dengan Belanda. Resink menerbitkan karya-karyanya di De Fakkel, Oriëntatie, Indonesië dan Ons Erfdeel.Pada
tahun 1950, Resink menjadi warga negara Indonesia dan antara tahun
1947-1976 menjadi guru besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Sampai akhir hayatnya, ia tinggal di Jakarta.
Studi sejarah hukumnya diterbitkan dalam buku Indonesia’s History between the Myths (1968). Dalam karyanya itu, ia menolak mitos 4 abad Pax Neerlandica.Seluruh karya Resink dihibahkan kepada Pemerintah Republik Indonesia dan sekarang ada di Museum Sonobudoyo, Yogyakarta.#
Spesifikasi Buku:
Judul : Bukan 350 Tahun Dijajah
Pengarang : G. J. Resink
Penerbit : Kata Kita
Tahun Terbit : 2012
Halaman : 366 halaman |
0 komentar:
Posting Komentar