Siswa SPN Pekanbaru belajar cara perbanyakan tanaman pada seorang pemandu kebun. @Suryadi |
Seratus
siswa Sekolah Polisi Negara (SPN) Pekanbaru duduk berderet di atas lapangan
bola voly. Sambil pegang buku dan pena, mereka memperhatikan seorang asisten
perbanyakan bibit di Balai Benih Induk Hortikultira (BBIH) Padang Marpoyan
Pekanbaru. Mereka belajar okulasi dan sambung bibit tanaman.
Sebelum
mulai, pemandu itu menyebut beberapa peralatan yang mesti disiapkan. Pisau okulasi,
silet, plastik dan gunting stek.
Okulasi
dilakukan pada batang bawah bibit durian. Kupas sedikit kulit batang sekitar 15
cm atau sejengkal dari permukaan tanah dalam polybag. Ambil mata tunas, kupas
kulit bagian ujung dan selipkan pada batang yang telah dikupas. Ikat dengan plastik
dan tunggu selama 21 hari sampai menyatu.
Untuk
sambung, dilakukan pada batang bawah bibit kelengkeng. Potong batangnya sekitar
15 sampai 20 cm dari permukaan tanah dalam polyba, lalu belah sedikit ujungnya.
Ambil mata tunas dan kupas ujungnya sama tipis kiri dan kanan sampai runcing.
Masukkan ke ujung batang yang telah dibelah, lalu diikat. Tutup dengan plastik dan
ikat sedikit ujungnya supaya tidak menahan air.
Simpan
bibit tanaman yang telah disambung pada tempat teduh. Tanah dalam polybag harus
selalu lembab. Plastik dapat dibuka setelah tumbuh tunas. Lepaskan pengikat bila
mulai genting.
Tak
sampai setengah jam praktik itu berlangsung. Setelahnya, siswa dan asisten itu
saling tanya jawab, layaknya proses belajar-mengajar di sekolah.
Siswa
SPN Pekanbaru berkunjung setelah BBIH Padang Marpoyan dibuka untuk agrowisata,
pada 24 Januari 2019. Sebagai penanda dibuka, hari itu pengunjung dibebaskan
makan rambutan dan bawa pulang 2 kilogram. Saat itu juga ada undian dengan hadiah
bermacam hasil tanaman bahkan sepeda.
Tiap pengunjung bebas petik buah dan menikmatinya di sana. @Suryadi |
Hari
itu sekaligus BBIH bikin nota kesepahaman dengan PT Buana Orbit Sejahtera (BOS)
buat kembangkan wisata. PT BOS akan menambah wahana permainan dan kuliner.
Rencananya, akan ada pojok kopi. Dinas Pariwisata Pekanbaru akan diminta
fasilitasi kesenian tradisional guna menghibur pengunjung. Setelah semua itu
selesai beberapa bulan ke depan, BBIH akan merancang paket wisata.
“Kita
akan ambil keuntungan dari tiket masuk sebagai retribusi untuk pendapatan asli
daerah,” kata Dedi H, Plt Kepala Perbenihan dan Sertifikasi Benih.
Hampir
tiap pekan, selalu ada kunjungan guru dan murid taman kanak-kanak di tempat
ini. Mereka cukup beritahu lewat telepon
pada Muhaji, Kepala BBIH Padang Marpoyan, atau mengajukan surat beberapa hari
sebelum waktu kunjungan.
Anak-anak
itu biasanya belajar tanam sayur, masukkan bibit ke polybag, menyiram dan
memetik tanaman. BBIH punya petugas buat memandu anak-anak itu.
Setelah
resmi jadi agrowisata, main di BBIH Padang Marpoyan sudah dikenakan biaya.
Depan pos masuk ada pemberitahuan. Anak-anak bayar Rp 2.000 dan dewasa Rp
5.000. Parkir kendaraan roda dua Rp 2.000, roda empat Rp 5.000 dan untuk bus Rp
10.000.
Bukan sekedar wisata
Pada
195o, areal itu awalnya ditetapkan sebagai kebun buah percobaan pertanian
rakyat. Kala itu, Riau masih bagian Provinsi Sumatera Tengah bersama Jambi dan
Sumatera Barat. Ketiganya dibubarkan berdasarkan UU Darurat No. 19 tahun 1957
lalu dimekarkan jadi provinsi masing-masing satu tahun kemudian.
Pada
1985, namanya berganti, jadi pusat pengembangan pertanian hortikultura Padang
Marpoyan Pekanbaru. Sejak itu, kegiatan perbanyakan bibit mulai dilakukan
dengan cara vegetatif, seperti: okulasi, sambung maupun cangkok. Namanya ditetapkan
jadi BBIH Padang Marpoyan, setelah Dirjen Pertanian Tanaman Pangan menerbitkan
SK No. 1.A5.82.B pada 10 Februari tahun yang sama.
Kondisi
awalnya masih hutan dengan tegakan kayu besar bahkan sempat ada akasia di
dalamnya. Waktu itu belum diberi pagar pembatas. Masyarakat bebas pakai lahan
untuk cocok tanam setelah dapat izin.
Siswa SMK Pertanian dari berbagai daerah di Riau magang di sini. @Suryadi |
BBIH
punya lahan 36,5 hektar. Sekarang, areal ini penuh pohon rambutan, manggis,
durian, kelengkeng, rambai dan pepaya. Di sini satu-satunya tempat perbenihan
induk tanaman hortikultura di Riau. Seperti, Manggis Ratu Tembilahan dari salah
satu daerah di Indragiri Hilir yang dikembangkan kembali induknya karena sudah
langka. Ia telah disertifikasi. Kata Basri, Asisten Perbanyakan Tanaman BBIH,
manggis itu sedikit getah dan sangat manis.
BBIH
memperbanyak tanaman dengan menggabungkan batang bawah lokal terhadap bibit
yang didatangkan dari berbagai balai benih di Indonesia. Dari Jawa, Kalimantan
juga Sumatera Barat. Untuk durian, BBIH memanfaatkan biji durian sisa konsumsi yang
berserakan di pinggir jalan untuk disemai lalu dijadikan bibit.
Selain
buah-buahan, BBIH juga pernah menghasilkan sayur-sayuran berdaun lebar, salah
satunya sawi. Kegiatan ini diserahkan ke petani dan BBIH fasilitasi ekspor hasilnya
ke Singapura. Itu berhenti sejak 2014 ketika Riau dilanda bencana kebakaran
hutan dan lahan. Pernerbangan terganggu berbula-bulan. Namun, kata Basri, faktor
harga terlalu murah juga buat petani kurang semangat.
Permintaan
bibit tanaman di BBIH tidak pernah berhenti. Selain ada permintaan dari petani
maupun masyarakat, tempat ini juga ada program bagi-bagi bibit. Persediaan yang
ada tidak sepenuhnya mencukupi. Untuk mengatasinya, Dinas Tanaman Pangan
Hortikultura dan Perkebunan (Distanbun) Riau membina petani untuk hasilkan bibit
sendiri. Distanbun Riau juga melibatkan pelaku usaha dan merancang desa
penghasil bibit. Bibit yang dihasilkan akan diuji dan diberi sertifikasi.
Terutama untuk padi, jagung dan kedelai.
BBIH
Padang Marpoyan dibawah tanggungjawab Distanbun Riau. Untuk memenuhi kebutuhan
bibit tadi, Dinas ini juga punya empat balai benih induk lain, diantaranya:
Balai Benih Induk Palawija di Batu Gajah Indragiri Hulu, Balai Benih Induk
Khusus Padi di Kampar dan Tembilahan serta Balai Benih Induk Terpadu di Pasir
Pengaraian.
Ferry
HC Ernaputra, Kepala Distanbun Riau, mengaku, belum sepenuhnya dapat memenuhi kebutuhan
bibit pangan di Riau. Dia melihat, petani kurang tertarik mengembangkan bibit
di tempatnya.
0 komentar:
Posting Komentar