Mahasiswa
Jurusan Fisika di FMIPA UR yang belajar ilmu lainnya untuk meneliti kualitas
air sungai hingga ke Jerman.
Suryadi
SEORANG LELAKI TIBA DI MUENCHEN
INTERNASIONAL AIRPORT. Badannya langsung kedinginan. Ketakutan mulai
dirasakan. Ia bertanya-tanya apakah akan lolos ketika diperiksa pihak imigrasi
di bandara tersebut. Ya, ia berada di Jerman, salah satu negara di Eropa Timur.
Memakai baju kaos dilapisi jaket, membawa satu tas
ransel dan satu tas berisi laptop. Ia pun melangkah menuju staff imigrasi. Ketakutan
pun hilang setelah diperiksa. Setelah diketahui bahwa tujuan datang ke Jerman
untuk belajar selama dua bulan, ia diperbolehkan pergi.
Lelaki itu adalah Valendry. Memiliki nama lengkap
Valendry Harvendra. Mahasiswa Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Riau. Awal Mei 2013 Valendry harus meninggalkan kampus karena
mendapatkan kesempatan belajar di Jerman selama dua bulan.
Selama itu Valendry melakukan suatu percobaan penelitian
dengan menggunakan alat yang disebut bio sensor. Teknologi sensor dengan
bantuan tumbuhan dari alam, alga. Ini berguna untuk mengukur kadar oksigen
terlarut dalam sungai.
Berada di Jerman, ia mempelajari banyak hal.
PENELITIAN INI BERAWAL DARI IDE SEORANG
DOSEN FISIKA, Lazuardi. “Sungai kita sudah tercemar
karena ada penambangan emas, penambangan minyak dan adanya industri karet,”
kata Lazuardi. Ia pun ingin meneliti kualitas air dengan metode water
quality monitoring atau monitor kualitas air.
Untuk mengetahui kondisi air sungai, dilakukan
pengukuran oksigen terlarut dalam sungai dengan memanfaatkan alga. Alga tumbuhan
yang hidup di sungai dan menghasilkan oksigen. Air kaya oksigen ini ditandai
dengan kondisi alganya. “Alga yang baik tentu memberi kehidupan bagi makhluk
hidup lain yang ada di sungai itu,” jelas Valendry.
Untuk mengukur kadar oksigen yang terlarut dalam sungai
tadi tentu tidak hanya menggunakan alga. Butuh teknologi lain untuk mendeteksi
kadar oksigen yang ingin diketahui. Dengan kata lain dibutuhkan alat sensor
untuk mengetahui kualitas oksigen dalam sungai yang diteliti.
Lazuardi lakukan perjalanan ke Jerman dengan dua orang
dosen lainnya, Samsul Bahri dari Fakultas Teknik dan Yanuar yang juga sama-sama
dari FMIPA.
Di Jerman mereka berkunjung di salah satu Universitas
di Muenchen dan bertemu dengan beberapa orang guru besar di sana. Salah seorang
yang ditemui ialah Joachim, Doktor dari Technical Universited Muenchen
sekaligus pemilik Cellasys.
Cellasys perusahaan penyedia alat sensor yang
dibutuhkan Lazuardi untuk menghubungkan alga guna mendeteksi kadar oksigen
terlarut dalam sungai tadi. Penggabungan alga dengan alat sensor ini
selanjutnya disebut sebagai bio sensor. “Kita sepakat lakukan kerja sama,” ucap
Lazuardi sambil tersenyum.
Usai perjalanan dipenghujung tahun 2012 itu,
selanjutnya mempersiapkan Valendry untuk berangkat ke Jerman. “Mereka minta
mahasiswa yang belajar di tempat mereka,” kata Lazuardi.
TIBA DI JERMAN VALENDRY LANGSUNG
BERSIAP-SIAP. Ia diperkenalkan dengan alat-alat yang
harus ia pelajari. Valendry harus belajar mengetahui nama-nama alat, fungsi
serta kegunaannya terlebih dahulu.
Alat sensor itu terdiri dari beberapa komponen. Kata Valendry,
alat sensornya sebesar kotak sepatu. Komponen di dalamnya bekerja secara
otomatis. Ada alat pemompa yang mengalirkan nutrisi dan benda kecil yang
disebut chip.
“Benda kecil ini lah yang membaca alga dan mengukur
parameter fisis atau bentuk air yang kita butuhkan dalam penelitian,” lanjut
Valendry sambil menggambarkan bentuk alat sensor di kertas.
Untuk alga sendiri memiliki bermacam spesies. Tidak semua
spesies alga dapat digunakan untuk mendeteksi dissolved oxygen atau
oksigen terlarut. Jenis alga yang digunakan untuk penelitian ini algae
chlorella kaessleri. Diharapkan berbagai jenis alga yang hidup di
sungai dapat dimanfaatkan untuk mendeteksi berbagi polutan tertentu. “Misal mendeteksi
sabun, mendeteksi minyak dan limbah penambangan emas,” jelas Valendry.
Valendry menjelaskan secara ringkas, metode yang ia
lakukan untuk penelitian ini. setelah mengambil alga dari sungai melalui proses
kultivasi, alga yang sejenis dibiakkan atau diadaptasikan dalam satu wadah. Pembiakkan
alga dibantu dengan makanan yang disebut media alga sebagai nutrisi. Media alga
dibuat sendiri dengan larutan kimia terdiri dari kalium dan senyawa lain yang
dapat mencegah bakteri agar alga tidak rusak.
Selanjutnya alga dibiarkan selama satu minggu dengaan
bantuan cahaya, boleh dengan cahaya matahari ataupun cahaya buatan. “Alga yang
baik harus terhindar dari bakteri agar terhubung dengan sensor sehingga dapat
mengukur parameter yang dibutuhkan,” tegas Valendry.
Setelah berfotosintesis selama satu minggu, alga siap
dipindahkan ke dalam wadah nutrisi atau imola yang disalurkan lewat
selang. Chip-chip tadi terdapat dalam imola, di bawahnya terdapat
elektroda pengukur dan terhubung dengan personal computer yang mendeteksi
hasil. Alat sensor akan menampilkan dalam bentuk perubahan dan selanjutnya akan
dianalisa.
BEGINILAH VALENDRY MELAKUKAN PENELITIAN
memanfaatkan tumbuhan di sungai atau juga di kolam-kolam. Ia harus belajar
berbagai bidang ilmu, tidak hanya belajar Fisika sesuai jurusan ia jalani di
kampus. harus belajar Biologi, Kimia dan memahami teknologi atau alat sensor
yang ia pakai di Jerman.
Untuk Biologi, ia harus memahami jenis-jenis alga
kemudian harus belajar zat-zat Kimia yang juga dipakai ketika membuat media
atau nutris bagi alga. Untuk alat
sensor, Valendry harus belajar dan mengecek terlebih dahulu komponen-komponen
yang tersusun.
Untuk belajar ilmu biologi, kimia dan fisika bagi
Valendry tidak terlalu susah. Keseharian Valendry semasa duduk dibangku sekolah
menengah pertama, menengah atas hingga tercatat sebagai mahasiswa selalu
berhubungan dengan ilmu alam.
Keaktifan dibidang ilmu ini sudah dilakoni oleh
Valendry ketika berstatus sebagai siswa. Valendry sering ikut olimpiade biologi,
“Padahal waktu SMP saya lebih suka fisika,” jelas Valendry.
Minat Valendry mengenai bidang ilmu alam pun
berubah-ubah, hobi fisika saat duduk dibangku menengah pertama hilang saat
duduk di sekolah menengah atas. Usai menamatkan sekolah menegah atas Valendry
melanjutkan studi di Universitas Riau dengan memilih jurusan fisika.
“Meski sempat
bingung pilih jurusan, saya pikir memilih fisika dalah tantangan,” tegas
Valendry yang juga hobi otak-atik komputer.
Valendry katakan, dengan fisika saya bisa ke mana-mana.
Ini terbukti saat Valendry dapat kesempatan belajar d Jerman. Berbagai pengalaman
pun dirasakan Valendry selama di Jerman.
“Mengenal transportasi dan bagaimana cara beli tiket,”
kata Valendry. Ia cepat paham karena informasi tersedia lewat brosur dan
pengumuman di kertas. “Orang di Jerman sangat disiplin dan menghargai waktu
yang dtentukan,” kenang Valendry.
Kenangan lain yang terus teringat oleh Valendry, selama
di Jerman hanya menemukan dua masjid. Berpuasa pun dari pukul tiga subuh sampai
jam sembilan malam baru berbuka puasa. “Pukul tujuh itu masih ada matahari di
sana,” sebut Valendry sambil tersenyum. Pulang dari tugas belajar Valendry
semakin termotivasi dan ingin menciptakan segera alat ini. “Ini untuk ligkungan
terutama sungai di Riau juga,” harap Valendry.
0 komentar:
Posting Komentar