Suryadi
PERTANYAAN INI TENTUNYA MENGGELITIK.
Antara ingin menjawab atau mendiamkan saja. Tapi tak etis rasanya jika tidak
dijawab. Inilah pertanyaan paling sering terdengar ketika kru Bahana hendak
wawancara. Biasanya ke mahasiswa tingkat awal.
Tak dipungkiri ini juga karena beberapa bulan Bahana tak muncul keperedaran. Sampai
kru sendiri pun sudah kehilangan semangat. Kami sudah liputan, wawancara
sana-sini tapi tak juga cetak-cetak, ya inilah yang terjadi.
Tentu ada sebab-musabab. Kalau dibilang manusia itu
selalu mencari hal lain untuk disalahkan, bisa jadi. Tapi inilah kenyataannya. Kenapa
Bahana tak muncul dalam wujud ‘nyata’.
Bahana harus bolak-balik
rektorat sejak Juli. Bukan untuk wawancara, tapi urusan keuangan. Secara garis
besar, Bahana tak bisa hadir dalam bentuk cetak karena terkendala
keuangan dan digantungnya posisi Bahana di 2013.
DI PERTENGAHAN TAHUN ITU, Bahana
sulit sekali mengadakan kegiatan. kendalanya, no money. Padahal banyak
program kerja yang hendak dilaksanakan. Yang terbesar, Sempena 3 dekade Bahana
Mahasiswa pada 17 Juli. Adakan lomba menulis, foto dan karikatur tingkat Riau.
tentu sebagai ‘anak’ dari Universitas Riau, kami minta bantuan ke induk semang.
Ikuti prosedur yang sudah ada, kami masukkan proposal. Bagai
pungguk merindukan bulan, jawaban atas proposal tak didapat sampai hari H.
Akhirnya kegiatan terselenggara tanpa bantuan secuil pun dari UR.
Pengurus pontang-panting sana-sini cari bantuan. Sasaran,
tentu alumni Bahana, serta relasi kawan-kawan yang rela membantu. Dana dapat
seadanya, tanpa bantuan dari induk semang.
Baru satu kegiatan. cetak yang jadi agenda wajib juga
tak bisa direalisasikan. Pasalnya ya nggak ada duit untuk cetak. Majalah
kami edisi Mei soal PPL, sampai Januari ini masih berstatus ngutang. Pada 7 Januari
barulah hutang ini dibayar—baru siinduk memberi uang. Itupun awalnya sempat
dibilang kwitansi cetak yang telah kami berikan hilang. Untuk percetakan masih punya
kwitansi hutang setengah tahun itu.
Tentu ini sangat miris sekali. Tak bisa cetak, kami tak mati akal. Kami hidupkan
liputan di media online. Memanfaatkan website kami, bahanamahasiswa.co
liputan kampus terus di update.
Sudah dua kegitan tak ada bantuan. Kegiatan rutin
lainnya DJMTD Bahana Mahasiswa. diklat dasar jurnalistik buat kawan-kawan
mahasiswa. ini juga jadi wadah untuk merekrut pengurus Bahana nantinya. Diadakan
tiap April dan November.
DJMTD April tak ada dana mengucur. Saat dicek, ya
nanti, uang belum turun. Itu jawaban yang didapat. Sampai diklat awal Desember
pun tak ada dana yang disalurkan. Alasannya tutup buku. Padahal proposal sudah
masuk dari November. Secara jelas 3 kegiatan besar Bahana selaku Unit
Kegiatan Mahasiswa UR tak ada dibiayai kampus.
Bahana tetap ingin
berkegiatan. Tak ada uang putar otak. Untuk diklat saja, seluruh pengurus
terpaksa rogoh kocek sendiri. Beli perlengkapan pakai duit si A, beli makanan
pakai duit si B, sewa peralatan pakai duit si C. Kami berusaha tetap berkegiatan
walau bantuan rektorat tidak turun.
Hanya satu kegiatan yang dibantu, saat pengiriman kru
ikut pelatihan di Bali. Itupun dengan segenap usaha terus bolak-balik ke bagian
staff Pembantu Rektor III.
Tentu ini jadi pertanyaan. Kenapa susah sekali? Apa sebabnya?
SURAT KEPUTUSAN REKTOR UNTUK BAHANA.
Inilah sebab kenapa kami tak bisa dapatkan uang untuk buat kegiatan. surat yang
menyatakan siapa saja pengurus Bahana ini harus diurus setiap pergantian
kru. Supaya bagian kemahasiswaan tahu siapa saja orang yang duduk dilembaga ini.
Awalnya setiap minta dana alasan soal uang belum turun
masih dianggap lumrah. Namun pada Mei, jawaban lain seperti ‘uruslah SK kalian’
mulai mengudara dengan jelas. Kala itu kami berpendapat sebagai lembaga pers,
tentunya kebebasan pers juga kami miliki. Cukup satu saja surat izin terbit
dari Kementerian Penerangan zaman Pak Harto yang jadi pegangan kami. Namun kampus
tak terima. Harus ada SK.
Diskusi kami jajaki ke Alumni. Dizamannya apakah ada
membuat SK. Ada yang bilang buat, ada yang bilag tidak. Cukup laporan
pergantian pengurus saja, itu jawaban yang tak buat SK.
Bingung, soal ini kami
diamkan sejenak.
Ternyata saat sempena 3 dekade Bahana Mahasiswa, alumni
banyak yang mengkritisi soal Bahana. Perubahan format jadi majalah hingga tidak
mencantumkan lambang UR di spanduk kegiatan—sebenarnya karena kesal tak ada
bantuan dari UR. Akhirnya terjadi selisih paham antara pengurus dengan alumni.
Bulan berganti, pergantian pengurus pun terjadi. Pemimpin
Umum yang dulunya Lovina berpindah ke Ahlul Fadli. Kami pun sepakat buat saja
SK. Dari pada karena hal ini Bahana berlarut-larut tak bisa berkegiatan. Permohonan
SK diajukan. Turunnya selembar kertas ini pun dinantikan.
Ternyata surat ini tak turun-turun. Alasannya,
selesaikan masalah kalian dengan alumni, ujar Rahmat saat ditemui. Kaget. Itu yang
dirasakan. Ini soal internal, kenapa kampus sampai PR III mengurusi hal ini. Apa pula sebab-musabab kisruh dengan
alumni jadi alasan SK kami tak turun. Berkali-kali ditemui itu terus alasannya.
Terus didesak, PR III mewadahi pertemuan antara alumni
dengaan pengurus Bahana. Tempatnya sungguh spesial, Pangeran Hotel. Turut hadir
kawan-kawan dari Presdium BLM, BEM dan PD III se UR.
Intinya pertemuan ini membahas Bahana mau diapakan. Dheni
Kurnia, saat itu jadi moderator lempar
opsi ke hadirin “Bahana dilanjutkan atau ditutup?” tanyanya. Lucu, bagaimana mungkin
alumni ingin almamater organisasi mereka ini ditutup. Tapi ntahlah apa yang ada
dipikiran. Tak ada yang tahu kecuali diri sendiri.
Setelah pertemuan ini digelar kembali diskusi
perwakilan alumni, pengurus Bahana dan perwakilan kelembagaan bersama PR
III. Hasilnya, urusan alumni dan Bahana biarlah diselesaikan secara
interal. Cukup kampus berurusan dengan Bahana selaku organisasi di
kampus. tentu tak ada soal lagi setelah ini. SK tinggal meluncur turun, dan Bahana
bisa berkegiatan lagi.
Namun yang dinanti tak kunjung datang. Surat itu tak
juga sampai. Setelah bolak-balik meminta barulah 20 Oktober surat turun. Itupun
saat diminta baru ditanda tangani Rahmat, PR III. Jadi selama berbulan-bulan,
di mana surat ini terdampar? Demi sepucuk surat kami tak bisa berkegiatan
secara maksimal. Sungguh terlalu.
0 komentar:
Posting Komentar