Dua mantan Ketua DPRD Provinsi Riau menerima putusan
berbeda. Padahal sama-sama berlakon dalam kasus suap.
Oleh Suryadi
MASIH pukul 05.40, tiga
orang laki-laki sedang menyapu di teras Pengadilan Negeri Pekanbaru. Langit
masih gelap. Hanya lampu jalan dan lampu gedung yang menerangi. Tak lama
kemudian, tepat pukul 06.00, mobil tahanan masuk dan berhenti dimuka pintu
pengadilan.
Tampak Johar Firdaus dan Suparman turun
dari mobil. Dengan langkah cepat keduanya masuk ke dalam dan langsung menuju
ruang tahanan. Johar Firdaus memakai rompi orange
sementara Suparman hanya memegangnya.
Dua orang Brimob memegang senapan
berjaga-jaga depan pagar ruang tahanan. Beberapa orang silih berganti
mendatangi Suparman. Mereka kadang terlibat pembicaraan. Suara Suparman
terdengar jelas dalam tiap perbincangan itu. Obrolannya macam-macam. Mulai dari
kekalahan Real Madrid atas Valencia sampai cerita hal mistis lainnya. Seperti
senapan yang bisa bengkok sendiri dan pelurunya yang meleleh.
Suparman duduk berpindah-pindah hingga
keluar dari pagar tahanan. Ia kadang mendekati orang sekitar dan Brimob yang
tengah berjaga. Semua orang yang ada diajak ngobrol. Kadang mereka tertawa
bersama.
“Man. Sinilah Man,” sapa Johar Firdaus,
mengajak ke dalam ruang tahanan.
“Nantilah pak. Sakit kepala saya di dalam
tu,” sebut Suparman.
Johar Firdaus sejak tiba tak banyak bicara.
Ia hanya duduk di kursi panjang di dalam pagar ruang tahanan, sambil menyantap
kue dan air mineral yang diantar oleh seseorang. Sementara Suparman tak
henti-hentinya bercerita.
Makin terang langit, orang-orang semakin
bertambah. Jumlah Brimob juga bertambah. Jalan depan pengadilan hingga
halamannya mulai padat. Polisi memasang alat pendeteksi benda logam di depan
pintu pengadilan. Tiap orang yang hendak masuk harus melewati alat ini. Brimob benar-benar
memastikan tiap orang yang datang tidak membawa senjata tajam atau benda berbahaya
lainnya. Pengunjung juga diberi tanda pengenal sebagai tamu.
Sementara itu, Brimob juga menyisir kolong
meja, bangku serta tiap sudut ruang cakra. Sebab, ruangan ini akan dipakai oleh
majelis hakim dalam sidang putusan terdakwa Johar Firdaus dan Suparman.
Pukul 9 kurang 15 menit, Johar Firdaus dan
Suparman masuk dalam ruang sidang. Suparman memberi salam dan dijawab serempak
oleh pengunjung. Sebelum duduk, dia memberitahu pada pengunjung agar menerima
apapun keputusan majelis hakim. Dia juga minta pengunjung harus tertib selama
persidangan berlangsung. “Jangan buat reaksi yang salah. Orang Rohul harus
tertib hukum.” Suparman juga sempat bercakap-cakap dengan penuntut umum. Sementara
Johar Firdaus tetap tak banyak bicara. Ia langsung duduk.
Tak lama kemudian, tiga majelis hakim,
Rinaldi Triandoko, Editerial dan Ahmad Drajad memasuki ruang sidang. Rinaldi
Triandoko selaku Hakim Ketua segera membuka sidang.
Terdakwa Johar Firdaus dan Suparman adalah
mantan Ketua DPRD Provinsi Riau pada periode yang berbeda. Namun, keduanya
sama-sama politikus Partai Golkar. Johar Firdaus periode 2009 sampai 2014
sementara Suparman periode 2014 sampai 2019. Hanya saja, Suparman harus melepas
jabatannya setelah menang Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Rokan Hulu pada
2015.
Keduanya tersangkut kasus suap pembahasan
Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (RAPBD-P) Provinsi
Riau tahun anggaran 2014, serta Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (RAPBD) Provinsi Riau tahun anggaran 2015.
PERBUATAN rasuah ini
berawal, ketika Annas Maamun yang saat itu menjabat Gubernur Riau, mengirim
Rancangan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara
(PPAS) tahun 2015, pada Ketua DPRD Provinsi Riau, 12 Juni 2014.
Satu bulan kemudian, Anas Maamun melakukan
rapat konsultasi antara pimpinan, Ketua-Ketua Fraksi dan Komisi DPRD Provinsi
Riau bersama SKPD. Anas Maamun menyampaikan keinginannya, agar RAPBD-P tahun
2014 dan RAPBD tahun 2015 dibahas oleh anggota dewan periode 2009-2014.
Dalam pertemuan itu, Anas Maamun juga
menyampaikan bahwa, ia menyetujui pinjam pakai mobil dinas anggota dewan
diperpanjang selama dua tahun. Bahkan, pada saat lelang nanti diprioritaskan
untuk anggota dewan tersebut. Padahal, masa jabatan anggota dewan akan berakhir
pada 6 September 2014.
Terkait pinjam pakai mobil dinas yang dijelaskan
oleh Anas Maamun, karena adanya surat permohonan dari Johar Firdaus selaku
Ketua DPRD, pada 21 Juli 2014, dengan Nomor: 024/589/UM perihal pinjam pakai
mobil dinas selama dua tahun.
Setelah pertemuan itu, Anas Maamun pun kembali
mengirim Rancangan KUA PPAS. Kali ini untuk RAPBD-P tahun 2014.
Pada 3 Agustus 2014, malam hari, Anas
Maamun menghadiri open house idul
fitri di kediaman Johar Firduas. Ia kembali menyampaikan keinginannya yang
pernah disampaikan pada bulan Juli. Bahkan, ia menawarkan Rp 50 juta tiap anggota
dewan.
Johar menolak dengan menjawab, “jangan pak,
tidak usah.”
Zaini Ismail selaku Sekda Provinsi Riau yang
hadir kala itu, dalam persidangan mengungkapkan, tidak mendengar secara jelas
isi pembicaraan. Berbeda dengan Ahmad Syah Harrofie Asisten I yang mendengar
jelas isi pembicaraan pada saat itu. Johar Firdaus membenarkan keterangan Ahmad
Syah Harrofie dalam persidangan, namun keberatan dengan pengakuan Zaini Ismail.
“Padahal beliau duduk tidak jauh dari Anas Maamun.”
Pada 8 Agustus, Badan Anggaran (Banggar)
DPRD dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) mulai membahas KUA PPAS RAPBD-P
tahun 2014. Banggar mempertanyakan beberapa hal diantaranya, tentang penyerapan
anggaran yang hanya sekitar 12 persen dari total anggaran.
Juga mengenai usulan Anas Maamun tentang,
perubahan peraturan daerah terkait Susunan Organisasi dan Tata Kerja (SOTK)
Pemerintah Provinsi Riau, yang mengubah susunan organisasi badan-badan dan
dinas-dinas. Salah satunya, memecah anggaran Dinas Pekerjaan Umum jadi dua
bagian. Masing-masing untuk anggaran Dinas Cipta Karya dan Dinas Bina Marga.
Banggar juga mempertanyakan, pergeseran
anggaran perubahan untuk pembangunan rumah layak huni, yang semula dikerjakan
Dinas Pekerjaan Umum berpindah ke Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah
Desa.
Pembahasan ini tidak menemui titik temu
antara Tim Banggar dan TAPD. Rapat akhirnya di skors.
Johar Firdaus merespon cepat dengan membuat
pertemuan tertutup bersama anggota Banggar, di ruang Komisi B. Dalam pertemuan
ini, Suparman usul pembentukan Tim Informal atau Komunikasi, sebagai penghubung
antara DPRD dan Anas Maamun. Tim ini beranggotakan, Suparman, Zukri Misran, Koko
Iskandar dan Hazmi Setiadi.
Suparman juga menyampaikan pesan Anas
Maamun, terkait perpanjangan pinjam pakai mobil dinas hingga pelelangan
nantinya. Semua anggota Banggar yang ikut rapat itu langsung menyetujui.
Tiga hari setelah pertemuan, Suparman
memberitahu Johar Firdaus, Riki Hariansyah dan Zukri Misran, bahwa ia telah
bertemu dengan Anas Maamun. Suparman juga memberitahu, Anas Maamun akan memberi
sejumlah uang Rp 50 sampai Rp 60 juta pada 40 anggota dewan.
Nama-nama anggota
dewan yang akan menerima uang ditentukan sendiri oleh Anas Maamun.
Gayung bersambut, 19 Agustus 2014, DPRD
Provinsi Riau dan Gubernur Riau menandatangani Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD P tahun 2014 Nomor:
16/SKB/PIMP/DPRD/2014 dan Nomor: 54/NPB/VIII/2014.
Usai menyepakati APBD-P tahun 2014, dua
hari kemudian Tim Banggar dan TAPD kembali membahas KUA PPAS untuk tahun 2015. Tak
selesai disitu, empat hari berselang, rapat kembali dilakukan antara Banggar
dengan Komisi-Komisi DPRD, dalam rangka penyampaian hasil pembahasan Komisi
dengan mitra kerja tentang KUA PPAS Provinsi Riau tahun 2015.
Kesimpulan dari rapat, Pemerintah Provinsi
Riau diminta segera menyampaikan KUA PPAS yang telah disesuaikan dengan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan SOTK yang baru, paling lambat 26
Agustus 2014.
Permintaan ini tak kunjung dipenuhi
pemerintah. Namun, melewati batas tenggang yang telah ditentukan, Suparman malah
mengabari Anas Maamun lewat telepon, bahwa RAPBD tahun anggaran 2015 tidak ada
masalah. Padahal, koreksi buku KUA PPAS yang dimaksud belum diterima DPRD
Provinsi Riau dan belum ada pembahasan.
Diawal September 2014, pagi hari, Johar
Firdaus, Ahmad Kirjauhari dan Riky Hariansyah menemui Anas Maamun di rumah
dinas Gubenur Riau. Mereka membahas RAPBD tahun 2015. Pada saat itu, Anas
Maamun kembali menjanjikan sejumlah uang, supaya RAPBD tahun 2015 tersebut segera
disahkan sebelum anggota dewan purnabakti, 6 September 2014.
Pada saat rapat berlangsung, Ahmad
Kirjauhari pergi ke toilet. Tak sengaja ia bertemu Wan Amir Firdaus. Saat itu
Wan Amir Firdaus langsung menyampaikan ada titipan uang untuk Ketua DPRD yang
akan diberikan oleh Suwarno.
Tak lama kemudian, Ahmad Kirjauhari
mengabari Suwarno lewat pesan singkat. Suwarno langsung menelepon menawarkan
waktu dan tempat bertemu. Ahmad Kirjauhari menjawab, terserah saja.
Sorenya, sekitar pukul 03.30, Said Saqlul
Amri Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Riau, Syahril
Abu Bakar Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) Provinsi Riau, mengantar sejumlah
uang di rumah dinas Gubernur Riau pada Wan Amir Firdaus. Masing-masing
berjumlah Rp 500 juta dan Rp 400 juta.
Setelah menerima uang tersebut, Wan Amir
Firdaus menemui Suwarno Kepala Sub Bagian Keuangan Sekda Provinsi Riau. Suwarno
diperintahkan segera menyerahkan uang sebesar Rp 900 juta pada Ahmad
Kirjauhari. Semua uang disimpan dalam tas ransel hitam.
Suwarno segera membawa uang tersebut dengan
terlebih dahulu mampir di kantornya. Di sana ia menambah Rp 110 juta lagi dan
menaruhnya dalam tas tenteng. Total uang Rp 1.010.000.000 ini sesuai permintaan
Anas Maamun.
Sekitar pukul 19.00, Ahmad Kirjauhari
menggunakan mobil yaris silver nomor BM 1391 BC, bertemu dengan Suwarno dan
Burhanuddin di parkiran gedung DPRD. Suwarno dan Burhanuddin memasukkan
langsung uang dalam tas ransel hitam dan tas tenteng dalam mobil Ahmad
Kirjauhari.
Esoknya, Ahmad Kirjauhari langsung menemui Johar
Firdaus di gedung DPRD. Ia memberitahu telah menerima uang yang dijanjikan Anas
Maamun. Johar Firdaus tak lantas mengambil uang itu. Ia minta Ahmad Kirjauhari
untuk menyimpannya terlebih dahulu.
Siangnya, di ruang rapat medium DPRD, Johar
Firdaus memimpin pembahasan KUA PPAS RAPBD tahun anggaran 2015. Karena Banggar
belum juga menerima buku KUA PPAS, rapat akhirnya ditunda.
Malam harinya, Johar Firdaus mengundang
beberapa orang anggota DPRD. Diantaranya, Koko Iskandar, Noviwaldy Jusman, T
Rusli Ahmad, Iwa Sirwani Bibra, Riki Hariansyah serta M Yafiz mewakili
Pemerintah Provinsi Riau bertemu di ruang khsusus DPRD.
Johar Firdaus menyampaikan, waktu untuk
membahas KUA PPAS tahun anggaran 2015 tidak cukup karena masa jabatan anggota
dewan akan berakhir. Oleh karena itu, Johar Firdaus, Noviwaldy Jusman dan M
Yafiz langsung menandatangani nota kesepakatan KUA antara Pemerintah Provinsi
Riau dengan DPRD Provinsi Riau Nomor: 60/NK/IX/2014 dan Nomor:
18/SKB/PIMP/DPRD/2014, serta nota kesepakatan PPAS Nomor: 61/NK/IX/2014 dan
Nomor: 19/SKB/PIMP/DPRD/2014.
Noviwaldy Jusman dalam persidangan
mengatakan, awalnya tidak mau menandatangani karena buku KUA PPAS belum dibahas
dengan seluruh anggota dewan. Tapi, karena suara Johar Firdaus malam itu agak
meninggi, ia akhirnya ikut tandatangan.
Akhirnya, 3 September 2014, Anas Maamun langsung
menyampaikan nota keuangan dihadapan anggota DPRD.
Satu hari kemudian, RAPBD tahun anggaran
2015 dengan mudah disahkan jadi Perda APBD tahun anggaran 2015. Ditandatangani langsung
oleh Pimpinan DPRD Provinsi Riau dengan Gubernur Riau melalui surat Nomor:
21/SKB/PIMP/DPRD/2014 dan Nomor: 63/NPB/IX/2014. Artinya, penetapan APBD 2015
disahkan dua hari menjelang masa jabatan anggota dewan berakhir.
Hanya saja, dalam lampiran persetujuan
terdapat ringkasan APBD 2015 yang belum memasukkan aspirasi anggota dewan,
berupa program dengan nilai masing-masing sebesar Rp 2 miliar.
Pada 6 September 2014, masa bakti anggota
dewan periode 2009-2014 pun berakhir. Dari 55 orang anggota dewan periode ini,
hanya 6 orang yang dilantik kembali untuk periode 2014-2019. Diantaranya,
Suparman, Noviwaldy Jusman dan Hazmi Setiadi. Tiga lagi tidak disebutkan dalam
persidangan. Jumlah anggota dewan untuk periode baru ini juga bertambah dari 55
menjadi 65 anggota.
Dua hari berselang, pukul 16.30, di rumah
makan empek-empek Jalan Sumatera Pekanbaru, Ahmad Kirjauhari bersama Riky
Hariansyah membuat catatan nama-nama anggota dewan yang akan menerima uang.
Rinciannya: Ahmad Kirjauhari Rp 100 juta. Johar
Firdaus Rp 125 juta. T Rusli Ahmad Wakil Ketua DPRD, Noviwaldy Jusman Wakil Ketua
DPRD, Hazmi Setiadi Wakil Ketua DPRD, Ilyas Labai Ketua Komis A, Zukri Misran
Ketua Komisi B, Azis Zainal Ketua Komisi C, Bagus Santoso Ketua Komisi D, Iwa
Sirwani Bibra Ketua Fraksi Golkar, Koko Iskandar Ketua Fraksi Demokrat, Robin P
Hutagalung Ketua Fraksi PDIP, Mansur Ketua Fraksi PKS, Rusli Efendi Ketua
Fraksi PPP, Abdul Wahid Ketua Fraksi Gabung, Ramli Sanur Ketua Fraksi PAN dan Nur
Zaman Wakil Ketua Komisi B masing-masing mendapat Rp 40 juta.
Sementara, Mahdinur Anggota Komisi C, Edi
Yatim Anggota Komisi B, Safrudin Saan Sekretaris Komisi A dan Solihin Dahlan
Anggota Komisi C masing-masing mendapat Rp 30 juta. Riki Hariansyah sendiri
mendapat Rp 50 juta.
Pada saat itu juga, setelah menulis
nama-nama anggota dewan tadi, Johar Firdaus tiba-tiba menelepon Ahmad
Kirjauhari dan Riky Hariansyah untuk datang ke cafe lick latte Jalan Arifin Ahmad.
Saat bertemu dan melihat catatan yang
dibuat oleh Ahmad Kirjauhari, Johar Firdaus minta tambah bagian menjadi Rp 200
juta. Namun, kesepakatan terakhir, Johar Firdaus diputuskan mendapat jatah Rp
155 juta. Sebelum berpisah, Johar Firdaus minta uang itu segera diantar.
Malamnya, Ahmad Kirjauhari melalui Riky
Hariansyah menyerah uang Rp 150 juta di kediaman Johar Firdaus. Sekaligus malam
itu juga, Ahmad Kirjauhari menyerahkan bagian Riky Hariansyah dan anggota dewan
lainnya sebesar Rp 250 juta. Johar Firdaus keberatan karena dikasih tidak
sesuai kesepakatan. “Inilah yang dikasih Ahmad Kirjauhari,” jelas Riki
Hariansyah.
Kenyataannya, uang tersebut tidak dibagikan
sesuai nama-nama yang dicatat. Pada 9 September 2014, Ahmad Kirjauhari
menyerahkan Rp 30 juta pada Solihin Dahlan. Pada 11 September 2014, Riki
Hariansyah menyerahkan Rp 10 juta pada Gumpita. Pada 20 September 2014, sewaktu
Ahmad Kirjauhari pulang dari Batam, bertemu dengan Johar Firdaus. Johar Firdaus
minta tambahan Rp 100 juta.
Ahmad Kirjauhari baru mengirim uang
tambahan saat berada di Bagan Siapi-api. Ia lalu mengirim uang tersebut melalui
travel Alisan, 21 September 2014. Johar Firdaus menerimanya pada hari itu juga.
Johar Firdaus membenarkannya pada saat dipersidangan. Sisa uang selanjutnya
dibagi antara Ahmad Kirjauhari dan Riki Hariansyah.
Ditengah anggota dewan bagi-bagi duit, pada
11 September, Anas Maamun mengkoreksi sendiri RAPBD tahun anggaran 2015 yang
sudah disetujui oleh anggota DPRD tadi. Ia memasukkan aspirasi anggota dewan
yang termaktub dalam ringkasan lampiran persetujuan.
Tiga hari kemudian, tanpa ada pembahasan
dan persetujuan anggota dewan lagi, Anas Maamun mengirim RAPBD tahun anggaran
2015 yang telah dikoreksinya, pada Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia.
Selain menerima sejumlah uang, anggota
dewan juga menerima perpanjangan pinjam pakai mobil dinas, diantaranya: Johar
Firdaus mendapat Sedan Toyota Crown,
Sedan Toyota Camry dan Toyota Land Cruiser. Noviwaldy Jusman, Rusli Ahmad dan Hazmi
Setiadi masing-masing mendapat Sedan Toyota Camry dan Toyota Fortuner.
Sementara 51 anggota dewan lainnya mendapat satu mobil Nissan Xtrail.
Berdasarkan keterangan M Rizal Staff
Perlengkapan dan Rumah Tangga Sekretariat DPRD dan Ayub Khan Kepala Biro
Administrasi dan Perlengkapan 2014, sejak tanggal 25 Agustus sampai Desember
2014, belum ada pengadaan mobil dinas baru untuk anggota dewan periode 2014-2019.
Sehingga pimpinan dan anggota dewan lainnya menggunakan mobil dinas periode
sebelumnya.
Suparman yang menjabat Ketua DPRD lalu
menggunakan Sedan Toyota Crown dan Sedan Toyoto Camry yang pernah dipakai Johar
Firdaus saat menjabat. Satu lagi Nissan Xtrail yang dipakainya saat menjadi
anggota. Sementara mobil Toyota Land Cruiser yang sempat dipakai Johar Firdaus
telah dilelang dan pemenangnya Johar Firdaus sendiri.
Sementara Noviwaldy Jusman dan Hazmi
Setiadi mendapat jatah Toyota Camry dan Toyota Fortuner. Mobil ini juga mereka pakai
saat menjabat pada periode sebelumnya. Sebab mereka kembali diangkat jadi Wakil
Ketua DPRD.
Tapi, pengakuan Suparman dipersidangan, ia
menyerahkan kembali 3 unit mobil tersebut, pada bulan Mei 2015 karena terpilih
sebagai Bupati Rokan Hulu pada Pilkada serentak 2015.
DALAM perkara ini, Ahmad
Kirjauhari terlebih dahulu divonis bersalah. Majelis hakim pengadilan negeri
Pekanbaru menghukumnya 4 tahun penjara dan membayar denda Rp 200 juta, pada 17
Desember 2015. Dari sini, komis anti rasuah kemudian menetapkan Johar Firdaus
dan Suparman sebagai tersangka.
Namun, dalam putusan majelis hakim memvonis
keduanya dengan hukuman yang berbeda. Johar Firduas dihukum bersalah melanggar
pasal 12 huruf a UU Republik Indonesia nomor 31 tahun 1999 tentang, tindak
pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Republik Indonesia nomor 20
tahun 2001 tentang perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999 tentang, tindak pidana
korupsi junto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHPidana.
Johar Firdaus dihukum penjara selama 5
tahun 6 bulan serta membayar denda Rp 200 juta. Jika tak sanggup membayar
diganti dengan tambahan kurungan selama 3 bulan dan membayar biaya perkara
sebesar Rp 10 ribu.
Hal yang memberatkan terdakwa Johar Firdaus
karena tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana
korupsi. Selama persidangan terdakwa juga tak mengakui perbuatannya. Yang
meringan terdakwa hanya berlaku sopan selama persidangan dan belum pernah
dihukum.
Sementara, Suparman tidak terbukti bersalah
berdasarkan dakwaan alternatif yang dituntut oleh penuntut umum. Baik dakwaan
pertama maupun yang kedua. Oleh karenanya, terdakwa Suparman harus dibebaskan
dan dipulihkan haknya. Serta membebankan biaya perkara pada negara Rp 10 ribu.
Majelis hakim menilai, Suparman tidak
terbukti menerima hadiah berupa uang atau janji. Karena, melihat fakta-fakta
persidangan nama Suparman tidak termasuk dalam daftar penerima uang yang ditulis
oleh Ahmad Kirjauhari dan Riki Hariansyah, maupun yang diserahkan langsung oleh
keduanya.
Majelis hakim pun menyatakan Suparman harus
dibebaskan dari segala tuntutan.
Terkait pinjam pakai mobil dinas, majelis
hakim juga menyatakan keduanya tidak bersalah. Pasalnya, anggota dewan yang
tidak mengembalikan mobil dinas setelah masa jabatan berakhir, menurut majelis
hakim bukan suatu bentuk menerima hadiah atau janji, tapi pembangkangan yang
dilalukan oleh anggota dewan tersebut.
Pendapat majelis hakim dilandaskan, pada
pasal 1 angka 20 Permendagri Nomor 17 tahun 2007 dan berita acara sewaktu
anggota DPRD menerima pinjam pakai mobil dinas tahun 2009. Bunyinya, apabila
yang bersangkutan berhenti, maka pihak kedua wajib mengembalikan mobil dinas ke
sekretariat daerah.
Selain itu, surat permohonan perpanjangan
pinjam pakai mobil dinas yang dilayangkan Johar Firdaus, juga tidak mendapat
disposisi persetujuan dari Anas Maamun selaku Gubernur Riau. Tak hanya itu,
majelis hakim juga berpegang pada keterangan Noverius selaku Kepala Satpol PP
Provinsi Riau. Katanya, September 2014, ia pernah diperintahkan Suparman untuk
menarik kendaraan dinas anggota dewan yang tidak menjabat lagi.
Pengakuan yang sama dari Noverius dan M
Rizal juga mengatakan, bahwa Suparman yang menjabat Ketua DPRD saat itu
menggunakan uang pribadinya untuk biaya operasional penarikan kendaraan dinas
tersebut. Hasilnya, kendaraan dinas bisa terkumpul semua kecuali Toyota Land
Cruiser yang dipakai oleh Johar Firdaus saat menjabat. Pada Desember mobil tersebut
berhasil di lelang dan pemenangnya Johar Firdaus sendiri.
Suasana sidang langsung riuh ketika majelis
hakim mengetuk palu menutup sidang. Suparman langsung sujud sementara Johar
Firdaus hanya tertunduk. Orang-orang dalam persidangan ada yang menangis bahkan
pingsan. Lantunan takbir dan tahmid tak henti-hentinya terucap dalam ruang
sidang.
Setelah majelis hakim meninggalkan ruang
sidang, Suparman angkat bicara. “Allah telah menunjukkan kebenaran itu.
Terimakasih atas dukungan masyarakat semua.” Ia lalu memerintahkan semua
pengunjung untuk meninggalkan pengadilan dengan tertib.
Penuntut umum tak memberi komentar apapun
pasca putusan oleh majelis hakim. Usai persidangan, dihadapan media penuntut
umum menyampaikan, akan melakukan upaya kasasi ke Mahkamah Agung. Sepanjang
menangani perkara korupsi di Riau, ini pertama kalinya Komisi Pemberantasan
Korupsi kalah di persidangan.*