Kamis, 16 Mei 2013

Kamu Protes Maka Aku ada


 Oleh Suryadi

PERTENGAHAN Januari masa jelang libur semester di Universitas Riau. Kegiatan mahasiswa di kampus mulai berkurang. Lewat depan gedung D Fakultas Ekonomi (FE), terlihat debu menutupi permukaan teras gedung. Sisi kiri dan kanan gedung dijadikan area parkir kendaraan roda dua. Daun berguguran dari pohon depan gedung, berserakan di tanah. Tak tampak satu pun petugas kebersihan.

Beranjak ke gedung tempat kuliah mahasiswa. Terlihat di beberapa ruangan, plafon lepas bergelantungan dan langit-langit ruangan bolong. Kursi tempat duduk mahasiswa bercampur antara kursi lipat dan kursi kayu besar. Lampu coba dihidupkan, sayang tak menyala. Dinding ruangan pun jadi sarang bagi laba-laba dan kanvas coretan mahasiswa. Lantai berdebu serta kaca jendela berpecahan.


“Perawatan pastinya ada,” ujar Vince, Pembantu Dekan II FE. Ketika dijelaskan kondisi fasilitas, ia jawab bahwa perawatan rutin diadakan.

Kondisi itu masih tak berubah seminggu setelahnya.

MENILIK keadaan fasilitas di FE, dapat dilihat mulai dari area parkir. Bagian kanan gedung D, gundukan tanah bergelombang jadi tempat parkir. Jika hujan, tempat ini becek tergenang air. Berbeda dengan sisi kiri gedung D, paving blok telah menutupi tanah. Namun tak mampu menampung semua kendaraan.

Beralih ke tempat perkuliahan. Di FE ada lima gedung kuliah mahasiswa, A, B, C, D dan L. Kondisi ruangan berbagai macam. Sebagai tempat bagi mahasiswa melakukan proses pembelajaran, fasilitas yang tersedia tak sesuai harapan.
Salah satu gedung kuliah di FE, plafo nya hendak copot.





“Kurang nyaman, kursi terlalu rapat,” ujar Febi, mahasiswa Akuntansi 2012. Ia belajar di ruangan yang seluruhnya diisi kursi kayu besar. Panjang penampang tempat duduk sekitar limapuluh sentimeter. Ditambah tempat menulis di bagian kanan sekitar duapuluh sentimeter. Ruang kelas hanya mampu memuat delapan kursi tersebut ke samping. Ini membuat suasana kelas sesak.

Fasilitas lainnya seperti Air Conditioner (AC) dan kipas gantung juga tak membuat keadaan lebih nyaman. 
AC hanya terpajang tanpa bisa digunakan. Kipas angin tak semua berfungsi. Ada yang bisa digunakan tapi keluarkan suara mendengung. Gantungan ke langit-langit tak kuat, jadikan kipas bergoyang-goyang seolah akan lepas. Tak mungkin dihidupkan dengan putaran kencang.

Proyektor, salah satu media pembelajaran yang digunakan dosen mengajar pun tak semua terpenuhi. Jika dosen ingin gunakan proyektor, harus booking dulu di Biro. Sebab, persedian proyektor sangat terbatas.
“Proyektor ada, tapi berebut kalau mau pakai. Siapa duluan, dia yang dapat,” ujar Riki, mahasiswa Ilmu Ekonomi 2009. “Di FE, kalau mau pakai harus ambil dulu ke Biro. Tak seperti di FISIP yang sudah tersedia dalam ruangan,” kata Sulaiman yang juga mahasiswa Ilmu Ekonomi.

Vince jelaskan memang proyektor terbatas. Jika ada yang rusak, mereka pertimbangkan bahwa lebih baik beli baru daripada perbaiki. “Ada yang bola lampunya rusak. Dari pada perbaiki, mending beli baru. Soalnya biaya perawatannya hampir sama dengan harga beli,” jelasnya.

Dengan kondisi ini beberapa dosen memilih bawa proyektor sendiri. “Mending bawa sendiri, nggak ribet,” ujar Zulkarnaini, dosen Ilmu Ekonomi yang sudah tiga belas tahun bawa proyektor sendiri ketika mengajar mahasiswa.

Beralih ke fasilitas umum yaitu water closet (WC) dan mushalla. Kondisi memprihatinkan pun dipancarkan dari dua tempat ini.

“Mau kencing, tapi pas udah masuk tak jadi,” kata Yusuf, mahasiswa Ilmu Ekonomi 2009. Ia mengatakan begitu melewati salah satu WC di gedung A, aroma tak sedap segera merebak. Kondisi WC pun tak terawat. Pintu tak bisa dikunci dan bolong sekitar sepuluh sentimeter. Kran air rusak dan sampah menumpuk di tempat pembuangan air.

Di mushalla, tempat untuk mengambil wudhu tak bisa memuat banyak orang. Dalam tempat wudhu, ada satu WC dan bak air. Untuk mengambil wudhu, harus menimba dengan gayung. Karena kapasitas yang kecil, setiap mahasiswa yang hendak shalat, harus antri di luar tempat wudhu. Keadaan tempat wudhu di FE berbeda dengan fakultas lain. Seperti FISIP, Faperta dan FKIP. Rata-rata setiap tempat wudhu menggunakan kran dalam jumlah lebih dari dua sehingga antrian tak mengular.

Beranjak ke fasilitas lainnya, laboratorium. Tempat ini berfungsi untuk menunjang aktivitas pembelajaran guna praktik langsung. Sayang, tiap jurusan ataupun program studi (Prodi) tak semua miliki labor di FE.

“Kalau mau pakai labor, kami pinjam ke jurusan Akuntansi,” ujar Sulaiman, mahasiswa Ilmu Ekonomi 2010. Labor Akuntansi ini pun jarang digunakan. Menurut Yanti, mahasiswa Akuntansi 2007, di dalam labor ada komputer. “Sekarang jarang dibuka, malah jadi aksesoris saja,” tambahnya.

Vince jelaskan di FE memang tak semuanya punya labor. Karena labor bagi mahasiswa FE adalah kelas tempat mereka belajar. “FE beda dengan jurusan eksak yang harus punya labor sendiri, FE ilmu sosial,” tambahnya.

Namun jika menelaah pernyataan Vince, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Riau (UR) juga ilmu sosial. Tapi tiap jurusan di fakultas ini punya labor masing-masing. Seperti jurusan Hubungan Internasional, Sosiologi dan Ilmu Pemerintahan.

Tak hanya untuk mahasiswa, fasilitas untuk dosen pun masih menggantung di FE. Belum ada ruang khusus bagi dosen pengajar di FE. “Memang benar belum ada. Keadaan ini membuat mahasiswa sulit bertemu dengan dosen untuk berkonsultasi,” ujar Vince membenarkan keadaan tersebut.

Kini, ruangan untuk dosen di FE tengah dibangun. Sumber dana berasal dari hibah. Letaknya di belakang Dekanat FE, berhadapan dengan pos security gerbang Bangau Sakti. Gedung berlantai dua ini disebut gedung D. Lantai dasar untuk ruang dosen, lantai dua untuk tempat belajar. Lorong tengah membagi ruangan di tiap lantai menjadi dua sisi. Namun, gedung ini belum bisa digunakan karena fasilitas belum mencukupi.

Dari sebegitu banyak fasilitas yang tak memenuhi kriteria ideal, ternyata ada satu bangunan yang setidaknya mendapat perhatian lebih untuk dirawat, yaitu gedung Dekanat. Desember lalu, atap gedung ini baru saja diganti. Begitu juga dengan plafon yang terlihat mulai rusak di bagian belakang. Di halaman, paving blok di bongkar dan diganti baru. Setidaknya gedung ini dirawat dengan baik.

RENTANG dua hari dari kondisi terakhir FE yang miris, pihak dekanat mulai ‘menyulap’ fasilitas jadi lebih baik. Pada 25 Januari, delapan ruangan di gedung C telah dipasangi AC. “Libur semester ini kita sudah mulai perbaiki fasilitas di kelas belajar mahasiswa,” jelas Vince.

Begitu juga dengan area parkir dan mushalla. Tempat parkir kendaraan akan diberi plafon. Di tanah terlihat lubang-lubang kecil yang dihubungkan dengan benang. Lubang-lubang itu dijadikan tempat untuk menancapkan tiang plafon parkiran. Sedangkan di mushalla, perbaikan yang dilakukan adalah mengganti atap yang sudah lama.

FAKULTAS Ekonomi merupakan fakultas kedua yang miliki pendapatan terbanyak setelah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP). Pada 2012 pendapatan FE mencapai tiga puluh dua milyar rupiah. Pendapatan ini diperoleh dari kewajiban mahasiswa, salah satunya uang semester yang dibayar rata-rata sebesar Rp 722.700 per semester.

Keseluruhan mahasiswa FE berjumlah 6430 orang. Masing-masing 1412 mahasiswa Jurusan Ilmu Ekonomi, 1947 mahasiswa Jurusan Manajemen, 2649 mahasiswa Jurusan Akuntansi untuk tingkat S1. DIII Jurusan Pajak ada 248 mahasiswa dan Jurusan Akuntansi 283 mahasiswa. Ditambah 70 mahasiswa lulus bidik misi tahun ajaran 2012-2013.

“Sejak saya masuk kampus, kondisinya sudah begini. Tak sebanding dengan apa yang kami bayar ketika masuk kuliah,” ujar Yusuf, mahasiswa Ilmu Ekonomi 2009.

Dalam salinan Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) FE 2012 yang diperoleh Bahana, tak terlihat anggaran untuk perbaikan gedung atau penambahan sarana dan prasarana di kelas belajar mahasiswa.

“Anggaran untuk perbaikan fasilitas gedung sudah kami ajukan, tapi ditolak,” ujar Vince. Ia jelaskan, peningkatan fasilitas dalam kelas seperti AC dan proyektor yang lebih diprioritaskan.

RBA 2012 lebih banyak dialokasikan untuk perawatan kendaraan roda empat dan roda dua, perawatan gedung perkantoran serta perbaikan sarana parkir gedung Dekanat. Ada juga untuk peralatan kantor seperti AC serta anggaran operasional perkantoran dan pimpinan, seperti fasilitas internet. Untuk hal tersebut, anggaran yang dialokasikan mencapai Rp 324,2 juta.

Anggaran paling banyak dialokasikan untuk honorarium mencapai Rp 4.427.748.000. Tak tertera serupiah pun anggaran untuk perbaikan gedung kuliah mahasiswa.

0 komentar:

Posting Komentar