Sabtu, 18 Mei 2013

Blur di Era Banjir Informasi


Oleh Suryadi
 
Judul Buku                    : Blur
Penulis                           : Bill Kovach dan Tom Rosenstiel
Diterjemahkan              : Yayasan Pantau
Penerbit                         : Dewan Pers
Tahun                            : 2012
Tebal                              : 225 + xi


SEKIRA pukul 04.00, Rabu 28 Maret 1979, sebuah klep di sistem pendingin reaktor nuklir macet pada posisi terbuka. Ini menyebabkan air pendingin reaktor merembes keluar. Tanpa pendingin, inti reaktor menjadi panas dan butir-butir  bahan bakar nuklir mulai  bocor. Pukul sebelas pejabat pembangkit listrik perintahkan evakuasi karyawan yang tak berkepentingan. Sebelumnya Gedung Putih telah diberitahu pada pukul sembilan lewat lima belas. Para pekerja mulai menelepon keluarga, kawan hingga tetangga atas kejadian tersebut. Berita dengan kata “sebuah insiden” pada pembangkit listrik menyebar ke masyarakat.

Berita menyebar secara berantai. Televisi menampilkan hal yang menakutkan atas kejadian tersebut, bak film horor The China Syndrom, yang bercerita tentang dampak bocornya pembangkit nuklir menimbulkan awan uap yang memproduksi hujan radioaktif. Berita terus beredar berseliweran hingga menimbulkan ketakutan bagi warga.

Seorang warga yang tempat tinggalnya tidak jauh dari lokasi kajadian mengatakan reaktor nuklir belum bocor dan wilayah itu belum dikosongkan. Pernyataan tersebut membuat media mulai hati-hati meyampaikan informasi, jaringan televisi kabel juga hati-hati dalam menggunakan kata-kata.

Kehati-hatian media telah merubah keadaan. Warga menjadi tahu kejadian yang sebenarnya. Sebagian masih tetap bertahan di sekitar lokasi karena memang tidak terjadi bencana pada pembangkit tersebut.

DARI peristiwa di atas, kesalahan ada pada media. Seharusnya media bekerja benar-benar mematuhi aturan jurnalisme, terutama verifikasi. Pembaca butuh kebenaran. Pada kejadian tersebut, media terlalu gegabah menyampaikan informasi sehingga terjadi kekacauan dan kepanikan pada warga.

Pesatnya perkembangan teknologi menyebabkan media tak lagi punya banyak waktu mengecek berita. Semua saling berpacu, baik televisi, cetak, maupun online, bagaimana sebuah berita secepat mungkin sampai ke pembaca. Semua mengandalkan kecepatan, minim verifikasi.

Bill Kovach dan Tom Rosenstiel dalam buku Blur menyebutnya sebagai jurnalisme pernyataan. Para pembuat berita hanya mengutip inti pembicaraan seorang narasumber tanpa diuji.

Di sisi lain, warga butuh informasi yang benar dan bisa dipercaya. Kecepatan yang diandalkan media menyebabkan banyak informasi ngawur beredar. Akibatnya, warga perlu diet informasi.
Bagaimana warga bisa tahu mana berita benar mana propaganda? Buku Blur: How to Know What’s True in the Age of Information Overload menjelaskan hal tersebut. Ia ditulis oleh dua wartawan Amerika Serikat, Bill Kovach dan Tom Rosenstiel. Buku ini diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Yayasan Pantau Jakarta.

Ini buku ketiga yang mereka terbitkan bersama. Sebelumnya Kovach dan Rosenstiel menulis Warp Speed: America in the Age of Mixed Media menerangkan bagaimana kecepatan pemberitaan menekan waktu untuk verifikasi informasi serta buku The Elements of Journalism: What Newspeople Should Know and the Public Should Expect soal sembilan elemen jurnalisme.

Blur mendedah pentingnya verifikasi dalam jurnalisme, bagaimana jurnalisme pernyataan atau pengukuhan bisa merusak intisari jurnalisme. Ia juga membahas bagaimana warga harus menghadapi tsunami informasi? Apa yang harus dilakukan pers maupun wartawan dalam menghadapi tsunami informasi? Bagaimana pers dan warga bisa bekerjasama di era banjir informasi?

Untuk pertanyaan terakhir, Kovach dan Rosenstiel menyebutkan delapan fungsi dalam bukunya.
Pertama, authenticator (pensahih). Warga perlu wartawan untuk memeriksa keautentikan suatu informasi. Mereka perlu wartawan yang bisa membuktikan mengapa suatu informasi harus dipercaya. Kedua, sense maker (penuntun akal). Informasi yang membanjir menyebabkan warga kesulitan menemukan mana yang benar, mana propaganda. Di sinilah peran wartawan, menerangkan suatu informasi masuk akal atau tidak.

Ketiga, investigator. Kovach dan Rosenstiel menerangkan di era banjir informasi, wartawan harus tetap berfungsi sebagai investigator, membongkar suatu kejahatan di dalam pemerintahan. Ia penting untuk merawat demokrasi. Keempat, witness bearer (penyaksi). Wartawan tetap harus berada di tempat tertentu untuk menjadi saksi penting suatu kejadian. Pada fungsi ini wartawan bisa bekerjasama dengan warga. Warga bisa menjadi citizen reporter, membantu wartawan dalam menginformasikan suatu kejadian.

Fungsi kelima, empowerer (pemberdaya). Pada fungsi ini terjadi kemitraan antara warga dan wartawan. Wartawan memberdayakan warga dalam meliput suatu kejadian, sedangkan warga memberdayakan wartawan dengan pengalaman dan keahlian mereka. Selanjutnya, smart aggregator (agregator cerdas). Warga perlu wartawan yang bisa memberikan informasi bermutu dan sumber yang bisa dipercaya.

Fungsi ketujuh adalah forum organizer (penyedia forum). Warga butuh disediakan forum dimana mereka bisa memantau suara dari semua pihak sehingga mereka bisa memutuskan sendiri mana informasi yang bisa dipercaya. Terakhir, wartawan harus bisa menjadi role model (panutan) bagi warga.

Dulu warga hanya bisa pasif, menunggu informasi dari koran, televisi maupun radio. Dengan adanya teknologi digital, semua berubah. Internet telah mengubah dunia jurnalisme. Lantas bagaimana mengetahui kebenaran di era banjir informasi ini? Selamat membaca!

0 komentar:

Posting Komentar