Udin makan malam dengan ikan dari Panipahan. |
Syahruddin,
adik saya nomor dua, tiba di Pekanbaru, jelang maghrib, Minggu 27 Januari 2019.
Udin—panggilannya—menghabiskan libur semester ganjil lebih dua minggu, di Panipahan,
Ibu Kota Kecamatan Pasir Limau Kapas, Kabupaten Rokan Hilir, paling ujung
Provinsi Riau, berbatasan dengan Aek Jamu, Sumatera Utara.
Udin
mahasiswa Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Riau. Dia diterima Agustus
tahun lalu, setelah dua kali ikut seleksi nasional masuk perguruan tinggi
negeri. Sempat setengah tahun jadi tukang masak di Waroenk Baper, Jalan
Kaharuddin Nasution atau Marpoyan, Pekanbaru. Dan sempat juga dibawa ke
Bangkinang ketika pemilik warung ini membuka cabang usaha di sana.
Jelang
idul fitri 2018, Udin mengundurkan diri karena harus menghadapi seleksi masuk
perguruan tinggi lagi. Meski gagal, akhirnya dia diterima melalui jalur
mandiri.
Itu
adalah, liburan pertama Udin setelah resmi jadi mahasiswa. Dia bawa banyak
makanan dan keperluan sehari-hari. Ikan goreng, ikan mentah, udang, telur ikan
dan sotong yang dibekukan. Ada bumbu dapur, seperti: cabai merah, cabai rawit,
bawang merah, bawang putih dan daun bawang. Ada lagi, sayur kol, wortel dan
labu kuning. Ditambah cemilan, tepung tuak dan kue bawang.
Udin,
bukan yang pertama bawa bekal seperti itu ketika kembali dari liburan di
kampung. Saya, tujuh tahun kuliah hingga sekarang, selalu disiapkan bermacam
makanan untuk di bawa ke Pekanbaru. Saya kuliah di Sosiologi, FISIP Unri.
Abang
saya, Usman, Rahman dan kakak saya Mira juga merasakannya. Usman menyelesaikan
tsanawiyahnya di Pesantren Babussalam, Panam, Pekanbaru. Lalu aliyah di Hasanah
dan kursus di lami computer. Rahman dan Mira juga menamatkan sekolah di Aliyah
Hasanah Jalan Cempedak, Pekanbaru. Rahman meninggal duni 2014 lalu setelah
jatuh sakit sepanjang ramadhan.
Usman,
sekarang memimpin perusahaan penjualan mobil di Bagan Sinembah. Mira pegawai
negeri sipil di SDN 001 Panipahan. Saya, bekerja di Mongabay Indonesia, sebuah
media yang konsen pada masalah lingkungan.
Sampai sekarang, meski kami tidak pulang kampung, orangtua kami tetap kirim makanan bila ada orang dari Panipahan hendak ke Pekanbaru. Begitulah kasih sayang orangtua. Segala doa yang baik untuk bapak kami, M. Nur dan ibu kami Nuraida.
0 komentar:
Posting Komentar