Kami menikmati kopi Kimteng dan Gandum Kukus di SKA Mall Pekambaru. |
Saya
kali pertama bertemu Qei—panggilan sehari-hari Khairiyyah—17 Juli 2013. Dia
bersama seniornya Hendra, jadi pewara pada hari jadi Bahana Mahasiswa ke 30.
Bahana, lembaga pers mahasiswa Universitas Riau. Saya reporter waktu itu.
Seingat saya, kami tidak ada terlibat obrolan sampai acara itu selesai, kecuali
pada Hendra. Itupun hanya beberapa kali di belakang panggung.
Empat
tahun kemudian, 16 Juli sore, kami bertemu lagi di aula rektorat kampus lantai
4. Saya sudah Pemimpin Umum merangkap Pemimpin Redaksi. Saya baru tahu,
Wilingga, Bendahara Bahana memintanya jadi pewara lagi diusia 34 tahun Bahana. Qei
datang untuk gladi acara.
Sampai
maghrib, kami bicara soal rangkaian dan konsep acara, tata letak meja sampai
menentukan durasi para tamu yang akan beri sambutan. Selain dari yang serius
itu, kami juga mengingat pertemuan pertama sampai cerita masa studi. Kami
seangkatan. Qei Pendidikan Kimia. Saya Sosiologi.
Esoknya,
kami kembali bertemu untuk merayakan hari jadi Bahana ke 34. Qei membuka dan
menutup rangkaian acara dengan sebuah pantun. Saya terkesan dengan caranya
memandu acara tanpa tersendat sedikit pun. Bicaranya lancar dan santai. Tak ada
pengulangan.
Hari
itu, kami lebih lama duduk berdua terutama di sela-sela istirahat diantara
tamu-tamu yang hadir. Saya mengambil tasnya di lantai lalu meletakkannya atas
paha. Qei menyemprotkan parfum di belakang saya. Katanya, bau saya kurang enak.
Qei juga mengajak saya berswafoto. Itu hanya berlangsung jelang makan siang.
Saya pun harus melayani para alumni Bahana sebelum berangkat ke Siak.
Peringatan
hari jadi Bahana juga dibarengi dengan kelas jurnalisme sastrawi. Bahana
memilih 20 orang pers mahasiswa dari beberapa kampus di Pulau Jawa, Sulawesi
dan Sumatera. Ia berlangsung 1 minggu di asrama haji Siak. Andreas Harsono
pendiri Yayasan Pantau dan Budi Setyono dari Majalah Historia berbagi hari
selama mengampu kelas.
Saya
jatuh cinta pada Qei. Selama di Siak, saya berpikir bagaimana menyampaikan
perasaan itu. Sempat minta bantuan Wilingga. Tapi lebih baik bicara langsung.
Saya mulai jalin komunikasi pelan-pelan. Bertahap. Menawarnya minum kopi.
Rupanya dia juga penikmat kopi.
Saya
lupa persisnya tanggal berapa, pada September malam kami janjian ketemu. Saya membawanya
di Dhapu Koffie. Kami memesan black coffee dan dimsum. Suasananya begitu
santai. Gaya duduknya juga santai.
Obrolan
awal seputar cerita penelitian saya di Bengkalis untuk tugas akhir kuliah. Saya
juga tanya kegiatannya setelah menamatkan studi pada Februari 2017. Qei bekerja
sebagai staf tata usaha di Rektorat Universitas Riau. Dia belum berniat jadi
guru. Ingin mengasah kemampuannya bawa acara.
Singkat
cerita, saya langsung berterus terang. Qei tersenyum dan bertanya keseriusan
saya. Dia tak ingin main-main karena mengingat umur dan pekerjaan. Saya juga
berpikir demikian. Pertanyaan pun semakin banyak keluar dari mulut kami.
Kesimpulannya, kami setuju memulai untuk saling mengenal.
Malam
itu rasanya senang sekali. Ada yang tidak senang jatuh cinta?
Kedai
Kopi AC, Siak, setelah 1 tahun 6 bulan.
0 komentar:
Posting Komentar