Sabtu, 26 Januari 2019

AJI Pekanbaru Tolak Remisi Atas Susrama

Tandatangan protes atas remisi yang diberikan Jokowi pada Susrama terpidana otak pembunuhan Prabangsa.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Pekanbaru, protes remisi Jokowi atas Susrama, terpidana otak pembunuhan Prabangsa, Jurnalis Radar Bali. Mereka gelar spanduk dan poster, minta Jokowi cabut remisi, di Bundaran Tugu Zapin, depan Kantor Gubernur Riau pada pagi hari bebas berkendaraan. Orang-orang melihat aksi ini dan membubuhkan tandatangan pada spanduk.

Pernyataan sikap AJI Indonesia
AJI Kecam Remisi Terpidana Pembunuhan Jurnalis

Presiden Joko Widodo memicu kekecewaan komunitas pers karena memberikan remisi terhadap Susrama, terpidana kasus pembunuhan jurnalis Radar Bali, AA Prabangsa. Keputusan itu tertuang dalam Keppres No. 29 tahun 2018 tentang Pemberian Remisi Perubahan dari Pidana Penjara Seumur Hidup Menjadi Pidana Sementara tertanggal 7 Desember 2018. Susrama merupakan satu dari 115 terpidana yang mendapatkan keringanan hukuman tersebut.

Susrama diadili karena kasus pembunuhan terhadap Prabangsa, 9 tahun lalu. Pembunuhan itu terkait berita-berita dugaan korupsi dan penyelewengan yang melibatkannya oleh Prabangsa diharian Radar Bali, dua bulan sebelumnya. Hasil penyelidikan polisi, pemeriksaan saksi dan barang bukti di persidangan menunjukkan bahwa Susrama adalah otak di balik pembunuhan itu. Ia diketahui memerintahkan anak buahnya menjemput Prabangsa di rumah orangtuanya di Taman Bali, Bangli, pada 11 Februari 2009.

Ramai-ramai tandatangan pada spanduk, minta Jokowi cabut remisi atas Susrama.
Prabangsa lantas dibawa ke halaman belakang rumah Susrama di Banjar Petak, Bebalang, Bangli. Di sanalah ia memerintahkan anak buahnya memukuli dan akhirnya menghabisi Prabangsa. Dalam keadaan bernyawa Prabangsa dibawa ke Pantai Goa Lawah, tepatnya di Dusun Blatung, Desa Pesinggahan, Kabupaten Klungkung. Prabangsa lantas dibawa naik perahu dan dibuang ke laut. Mayatnya ditemukan mengapung oleh awak kapal yang lewat di Teluk Bungsil, Bali, lima hari kemudian.

Berdasarkan data AJI, kasus Prabangsa adalah satu dari banyak kasus pembunuhan jurnalis di Indonesia. Kasus Prabangsa adalah satu dari sedikit kasus yang sudah diusut. Sementara, 8 kasus lainnya belum tersentuh hukum. Delapan kasus itu, antara lain: Fuad M Syarifuddin (Udin), wartawan Harian Bernas Yogya (1996), pembunuhan Herliyanto, wartawan lepas Harian Radar Surabaya (2006), kematian Ardiansyah Matrais, wartawan Tabloid Jubi dan Merauke TV (2010) dan kasus pembunuhan Alfrets Mirulewan, wartawan Tabloid Mingguan Pelangi di Pulau Kisar, Maluku Barat Daya (2010).

Berbeda dengan lainnya, kasus Prabangsa ini bisa diproses hukum dan pelakunya divonis penjara. Dalam sidang Pengadilan Negeri Denpasar 15 Februari 2010, hakim menghukum Susrama penjara seumur hidup. Delapan orang lainnya yang ikut terlibat, juga dihukum dari 5 tahun sampai 20 tahun. Upaya mereka untuk banding tak membuahkan hasil. Pengadilan Tinggi Bali menolak upaya kesembilan terdakwa, April 2010. Keputusan ini diperkuat oleh Mahkamah Agung pada 24 September 2010.

Solidaritas jurnalis Pekanbaru atas Prabangsa.
Kini Presiden Joko Widodo, melalui Keppres No 29 tahun 2018, memberi keriangan hukuman kepada Susrama. Menanggapi keluarnya keputusan itu, AJI menyatakan sikap:
       
       1. Mengecam kebijakan Presiden Joko Widodo yang memberikan remisi pada pelaku pembunuhan keji terhadap jurnalis. Fakta persidangan jelas menyatakan bahwa pembunuhan ini terkait berita dan pembunuhannya dilakukan secara terencana. Susrama sudah dihukum ringan karena jaksa sebenarnya menuntutnya dengan hukuman mati, tapi hakim mengganjarnya dengan hukuman seumur hidup.
   
       2. Kebijakan presiden yang mengurangi hukuman itu melukai rasa keadilan tidak hanya keluarga korban, tapi jurnalis di Indonesia.
      
       3. Meminta Jokowi mencabut keputusan presiden pemberian remisi terhadap Susrama. Kami menilai kebijakan semacam ini tidak arif dan memberikan pesan yang kurang bersahabat bagi pers Indonesia. AJI menilai, tak diadilinya pelaku kekerasan terhadap jurnalis, termasuk juga memberikan keringan hukuman bagi para pelakunya, akan menyuburkan iklim impunitas dan membuat para pelaku kekerasan tidak jera, dan itu bisa memicu kekerasan terus berlanjut.

Jakarta, 23 Januari 2019

Ketua Umum AJI, Abdul Manan
      Ketua Bidang Advokasi AJI Indonesia

0 komentar:

Posting Komentar