Siang, di penghujung bulan Agustus hanya
ada Rp. 20 ribu di kantong. Aku lalu membelanjakan uangnya untuk beli nasi di
rumah makan Gobin Indah. Sisanya untuk beli map, buat nyimpan tiga lembar
kertas berisi daftar hadir.
Menjelang magrib, perut terasa lapar
kembali. Trinata yang kebetulan datang tak punya uang untuk membantu. Katanya,
dia harus berhemat. Usai magrib pun dia pulang.
Jam demi jam berlalu. Azan isya pun
berkumandang. Rasa lapar tak segera hilang. Aku coba hubungi beberapa orang
teman. Muhammad Khoiril sibuk dengan pekerjaannya. Ia dapat pesanan untuk membuat
blog. Khoiril tinggal di masjid sebelah kampus Universitas Muhammadiyah Riau.
Lagi pula dia tak bisa mengendarai motor.
Martha Novia Manullang baru saja selesai
beribadah di gereja Santa Maria jalan Ahmad Yani. Dia sedang menunggu bus di
halte depan gereja. Dia pun tak bisa memberi pinjaman. Katanya juga lagi tak
punya uang.
Terakhir, aku coba kirim pesan lewat facebook ke Afri Andriyani. Kami kenal
ketika satu posko Kuliah Kerja Nyata di Desa Tambak, Kabupaten Pelalawan, 2014
lalu. “Ini bulan tua Sur,” katanya. Bulan tua istilah lain ketika di penghujung
bulan. Bagi orang yang bekerja, ini belum waktunya gajian. Andriyani kerja di toko
buku. Oktober nanti dia akan wisuda.
Setelah tak dapat pinjaman dari
teman-teman, aku memilih membaca sambil menyalakan televisi. MNC TV sedang menayangkan formula 1 GP
Belgia. Nico Rosberg berhasil naik podium utama, disusul Daniel Ricciardo dan
Lewis Hamilton. Aku membaca tulisan Andreas Harsono tentang Diplomasi Air Kotor, Investasi Air Besar.
Naskah ini menyoal pengelolaan air bersih
di Jakarta, yang dikelola oleh Perusahaan Air Minum Jakarta Raya atau PAM Jaya.
Dua perusahaan raksasa Thames Water dari Inggris dan Lyonnaise des Eux dari
Prancis, pernah mengambil alih pengelolaan air bersih ini bekerjasama dengan
perusahaan Sigit Harjojudanto dan kroni Suharto, Anthony Salim pemilik Salim
Group. Sigit adalah putra sulung Suharto.
Krisis yang melanda Asia dan berimbas ke
Indonesia, mengakibatkan pengelolaan air tersebut tidak maksimal. Demonstrasi
terjadi di mana-mana. Hampir seluruh elemen masyarakat termasuk mahasiswa dan
serikat pekerja turun ke jalan. Harga melambung tinggi. Penjarahan terjadi di
mana-mana. Gedung DPR MPR diduduki. Suharto akhirnya mundur. Pengelola dua
perusahaan raksasa tadi meninggalkan Jakarta untuk beberapa saat.
Thames Water dan Lyonnaise des Eux tak lama
meninggalkan Jakarta. Setelah keadaan kembali normal, pemilihan umum telah
dilaksanakan, Gusdur menjadi Presiden. Hanya dua puluh bulan, Gusdur lengser
dan digantikan oleh Wakilnya, Megawati. Hamzah Haz lalu dipercaya menjadi Wakil
Presiden.
Kali ini permasalahannya berbeda lagi. Selama
mengelola air di Jakarta, Thames mengalami kerugian sehingga meminta agar tarif
air dinaikkan.
Tulisan ini menarik sekali dibaca. Kita akan
mengetahui seluk beluk pengelolaan air di Jakarta, orang-orang yang diuntungkan
sampai kerjasama yang merugikan.
Lapar tak kunjung hilang. Tiba-tiba Yusrial
mengirim pesan lewat Whatsaap. Ia ingin
meminjam uang karena ingin pindah kos. Waktunya sangat tidak tepat.
Aku bolak balik ke dapur. Hanya ada beras,
ikan asin dan udang ebi. Tapi tak ada minyak goreng. Akhirnya, aku buatkan
bubur nasi dicampur ebi dan sedikit sambal sekedar penyedap rasa.
Kalau sedang tak punya uang begini, aku
selalu teringat dengan Sukarno. Dari biografinya yang ditulis Cindy Adams, aku
mengetahui bahwa Sukarno adalah orang yang tidak memiliki banyak harta. Bahkan ia
sering meminjam uang pada teman-temannya. Dari teman-temannya pula ia
memperoleh beberapa pakaian agar sang Proklamator tidak mengenakan barang
dibadan yang itu-itu saja.*Suryadi
0 komentar:
Posting Komentar