Minggu, 28 Agustus 2016

Kehabisan Uang



Siang, di penghujung bulan Agustus hanya ada Rp. 20 ribu di kantong. Aku lalu membelanjakan uangnya untuk beli nasi di rumah makan Gobin Indah. Sisanya untuk beli map, buat nyimpan tiga lembar kertas berisi daftar hadir.


Menjelang magrib, perut terasa lapar kembali. Trinata yang kebetulan datang tak punya uang untuk membantu. Katanya, dia harus berhemat. Usai magrib pun dia pulang.

Jam demi jam berlalu. Azan isya pun berkumandang. Rasa lapar tak segera hilang. Aku coba hubungi beberapa orang teman. Muhammad Khoiril sibuk dengan pekerjaannya. Ia dapat pesanan untuk membuat blog. Khoiril tinggal di masjid sebelah kampus Universitas Muhammadiyah Riau. Lagi pula dia tak bisa mengendarai motor.

Martha Novia Manullang baru saja selesai beribadah di gereja Santa Maria jalan Ahmad Yani. Dia sedang menunggu bus di halte depan gereja. Dia pun tak bisa memberi pinjaman. Katanya juga lagi tak punya uang.

Terakhir, aku coba kirim pesan lewat facebook ke Afri Andriyani. Kami kenal ketika satu posko Kuliah Kerja Nyata di Desa Tambak, Kabupaten Pelalawan, 2014 lalu. “Ini bulan tua Sur,” katanya. Bulan tua istilah lain ketika di penghujung bulan. Bagi orang yang bekerja, ini belum waktunya gajian. Andriyani kerja di toko buku. Oktober nanti dia akan wisuda.

Setelah tak dapat pinjaman dari teman-teman, aku memilih membaca sambil menyalakan televisi. MNC TV sedang menayangkan formula 1 GP Belgia. Nico Rosberg berhasil naik podium utama, disusul Daniel Ricciardo dan Lewis Hamilton. Aku membaca tulisan Andreas Harsono tentang Diplomasi Air Kotor, Investasi Air Besar.

Naskah ini menyoal pengelolaan air bersih di Jakarta, yang dikelola oleh Perusahaan Air Minum Jakarta Raya atau PAM Jaya. Dua perusahaan raksasa Thames Water dari Inggris dan Lyonnaise des Eux dari Prancis, pernah mengambil alih pengelolaan air bersih ini bekerjasama dengan perusahaan Sigit Harjojudanto dan kroni Suharto, Anthony Salim pemilik Salim Group. Sigit adalah putra sulung Suharto.

Krisis yang melanda Asia dan berimbas ke Indonesia, mengakibatkan pengelolaan air tersebut tidak maksimal. Demonstrasi terjadi di mana-mana. Hampir seluruh elemen masyarakat termasuk mahasiswa dan serikat pekerja turun ke jalan. Harga melambung tinggi. Penjarahan terjadi di mana-mana. Gedung DPR MPR diduduki. Suharto akhirnya mundur. Pengelola dua perusahaan raksasa tadi meninggalkan Jakarta untuk beberapa saat.

Thames Water dan Lyonnaise des Eux tak lama meninggalkan Jakarta. Setelah keadaan kembali normal, pemilihan umum telah dilaksanakan, Gusdur menjadi Presiden. Hanya dua puluh bulan, Gusdur lengser dan digantikan oleh Wakilnya, Megawati. Hamzah Haz lalu dipercaya menjadi Wakil Presiden.

Kali ini permasalahannya berbeda lagi. Selama mengelola air di Jakarta, Thames mengalami kerugian sehingga meminta agar tarif air dinaikkan.

Tulisan ini menarik sekali dibaca. Kita akan mengetahui seluk beluk pengelolaan air di Jakarta, orang-orang yang diuntungkan sampai kerjasama yang merugikan.

Lapar tak kunjung hilang. Tiba-tiba Yusrial mengirim pesan lewat Whatsaap. Ia ingin meminjam uang karena ingin pindah kos. Waktunya sangat tidak tepat.

Aku bolak balik ke dapur. Hanya ada beras, ikan asin dan udang ebi. Tapi tak ada minyak goreng. Akhirnya, aku buatkan bubur nasi dicampur ebi dan sedikit sambal sekedar penyedap rasa.

Kalau sedang tak punya uang begini, aku selalu teringat dengan Sukarno. Dari biografinya yang ditulis Cindy Adams, aku mengetahui bahwa Sukarno adalah orang yang tidak memiliki banyak harta. Bahkan ia sering meminjam uang pada teman-temannya. Dari teman-temannya pula ia memperoleh beberapa pakaian agar sang Proklamator tidak mengenakan barang dibadan yang itu-itu saja.*Suryadi

0 komentar:

Posting Komentar