Gambar ini diambil dari www.tokopedia.com |
Tiga hari lalu, aku menceritakan satu
peristiwa kecil pada Fadli. Peristiwa itu terjadi secara kebetulan. Setelah menceritakan
peristiwa singkat itu, Fadli meminta ku untuk menulisnya.
Aku baru sempat menulis, sore menjelang
magrib ini. Selasa 23 Agustus 2016.
Ceritanya begini. Satu hari jelang hari
kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 71, stasiun televis SCTV menayangkan
cerita dengan latar belakang kemerdekaan. Siang itu, giliran Film Jenderal
Sudirman yang tayang.
Aku menonton dengan posisi berbaring dan
memegang buku Bung Karno karya Cindy
Adams. Jika jeda iklan, aku melanjutkan bacaan. Jika film kembali tayang, aku
menghentikan sejenak bacaan. Begitu terus sampai film selesai.
Ada satu momen yang membuat aku bertanya. Ketika
film tersebut menayangkan adegan Sudirman mengajak Sukarno untuk begerilya di
hutan, terjadi percakapan singkat antara mereka. Lebih kurang kalimatnya
begini.
Sudirman: “Saya berencana meninggalkan kota
dan masuk ke hutan. Saya harap Bung Karno ikut dengan saya.”
Sukarno: “Medan pertempuran itu adalah
tempat mu dan prajurit mu. Saya tidak mungkin meninggalkan kota ini. saya tidak
takut mati.”
Setelah ajakan Sudirman ditolak oleh
Sukarno, kembali jeda iklan.
Aku menlanjutkan bacaan kembali. Tak terkira,
bagian yang aku baca kali ini persis seperti film yang barusan tayang. Percakapannya
tidak jauh berbeda. Saya sempat termenung dan berpikir, apa maksud dari
peristiwa yang kebetulan ini?
Entahlah. Aku terus saja melanjutkan
bacaan.
Sedikit mengulas peristiwa di atas. Keputusan
Sudirman untuk begerilya di hutan Jawa bersama prajuritnya disebabkan Belanda
menyerang Yogyakarta. Saat itu, untuk sementara, Ibu Kota Republik Indonesia dipindahkan
ke daerah kekuasaan Sultan Hamengkubuwono. Penyerangan ini bertepatan
peringatan Natal bagi umat Kristiani, Desember 1948.
Belanda berhasil mengepung dan menduduki
Yogyakarta. Sukarno lalu diasingkan ke Brastagi bersama Agus Salim dan Syahrir.
Tak lama kemudian, mereka diangkut lagi ke Parapat. Di sini, terjadi perdebatan
kecil antar Sukarno dan Syahrir.
Akhir Januari 1949, Sukarno dan Agus Salim
dipindahkan ke Pulau Bangka. Di sini mereka dikumpulkan dengan tokoh lainnya. Ada
Hatta, Ali Sastroamijoyo dan Laksamana Udara Suryadarma. Juga beberapa tokoh
lainnya.
Di pulau ini pula disepakati perjanjian
Rum-Royen. Muhammad Rum mewakili Indonesia dan Van Royen mewakili Belanda.
Belanda setuju mengembalikan para Pemimpin Republik dan Indonesia menyetujui
penarikan pasukan gerilya.
Pengakuan kedaulatan Republik Indonesia
setelahnya dibahas dalam satu pertemuan yang dinamai Konferensi Meja Bundar, di
Den Haag Belanda. Hatta mewakili Indonesia.* Suryadi
0 komentar:
Posting Komentar