Lapangan Badminton. Bersebelahan dengan lapangan basket kampus Unri Gobah. |
BEBERAPA hari yang lalu,
saya bersama tiga teman lain (Jeffri, Badru dan Agus) membersihkan lapangan
badminton. Letaknya bersebelahan dengan lapangan basket kampus Universitas Riau
Gobah.
Kondisinya dipenuhi rumput kasar setinggi
betis. Hampir seluruh bagian lapangan dipenuhi rumput liar. Dengan peralatan
parang, cangkul dan sapu lidi kami bergotong royong mengerjakannya.
Sesekali Badru kadang mencabut rumput
dengan tangannya. Jeffri mencangkul, Agus memotong dan saya mengumpulkan rumput
yang sudah tercabut dari akarnya dengan sapu lidi. Lapangan ini sebenarnya
sudah disemenisasi, tapi beberapa bagian sudah rusak dan tidak rata lagi. Dibagian
ini rumput tumbuh subur.
Pagar kawat sebagai pembatas lapangan juga
dalam keadaan tidak baik. Besi penyangganya patah dan menjorok ke dalam
lapangan. Jeffri mencari kain panjang, lalu mengikat pada ujung besi yang masih
melekat pada kawat. Bersama-sama kami menarik besi tersebut ke luar lapangan.
Awalnya terasa susah. Tak sedikitpun besi
tersebut berubah posisi ke luar lapangan. Ditambah lagi akar tanaman sudah
mengikat seluruh bagian kawat. Usaha ini terus kami lakukan hingga berhasil. Meski
pagar tak utuh kembali, itu tidak mengganggu permainan nantinya.
Pekerjaan kami belum usai. Badru terpaksa
memanjat pohon dan memotong dahan yang melebar hingga ke dalam lapangan. Pohon ini
cukup lebat. Kalau dahannya tidak dipotong, bola bisa saja nyangkut.
Tapi, semua pekerjaan tetap saja tidak bisa
kami selesaikan hari itu. Karena sudah magrib, kami putuskan untuk
melanjutkannya besok. Rumput serta dahan yang sudah dipotong kami biarkan
berserak di tengah lapangan. Gotong royong sore itu cukup membuat lelah dan
bercucuran keringat.
Esoknya, usai shalat subuh, sebelum
matahari terbit, saya dan Badru mulai melanjutkan pekerjaan yang tertunda. Malamnya,
Jeffri dan Agus tidak tidur bersama dengan kami, sehingga tinggal kami berdua
yang harus membersihkan lapangan. Ini tidak terlalu berat, tinggal mengangkat
rumput dan dahan untuk dibakar di luar lapangan. Tapi, subuh itu kami
meraba-raba jalan karena kurangnya penerang.
Pekerjaan ini selesai hampir pukul 07.00. Kami
duduk di tengah lapangan sambil melonjorkan kaki. Keringat bercucuran. Baju terlihat
kotor. Tapi rasa puas melihat lapangan yang sudah bersih dan rapi belum cukup,
sebelum merasakan bermain badminton di lapangan tersebut.
Badru tidak menolak ketika saya ajak
bermain. Lagi pula, kami langsung membawa raket dan shuttlecock ke lapangan. Setengah jam kami bermain. Hasilnya saya
dapat mengalahkan Badru dengan skor 3-1.
Sejauh ini, saya masih memegang kendali
dalam bermain badminton. Agus saya kalahkan dengan skor 4-1. Sementara Jeffri
dan Rizky sama sekali tidak pernah menang ketika berhadapan dengan saya. Saya masih
menunggu lawan lainnya. Haha.*
0 komentar:
Posting Komentar