Selasa, 27 September 2016

Camping


Salah satu bangunan SDN 018 Dusun Teluk Jaring

TEPAT pukul 12.00, kami tiba di Dusun Teluk Jaring, Desa Teluk Kanidai, Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar. Tujuan utamanya ke Sekolah Dasar Negeri 018. Letaknya tepat di ujung jalan. Depan sekolah ini terhampar padang rumput. Beberapa ekor sapi berjalan dan berkubang. Tampak Sungai Kampar mengalir ditepian pasir pantai.

Jarak tempuh dari Pekanbaru ke sekolah ini memakan waktu lebih kurang satu jam. Rencananya, Sabtu pagi, pengurus Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau, akan melaksanakan kunjungan ke sekolah. Agenda yang sudah dirancang, memberi pemahaman soal menjaga lingkungan serta berbagi ilmu pada murid sekolah.

Agenda tersebut urung dilakukan. Karena pengurus tiba di sekolah setelah murid bubar. Kata Ichwan Nurfadillah, Ketua Umum HMI Komisariat FISIP Universitas Riau, keterlambatan ini dikarenakan ada kendala sebelum berangkat. “Kami sudah mengabari pihak sekolah sebelumnya. Dan kami meminta maaf,” jelas Dipa, sapaan akrab Ketua Umum HMI Komisariat FISIP ini.

Meski begitu, pengurus tetap mengagendakan pertemuan pada murid sekolah di sore harinya.

SEKOLAH DASAR NEGERI o18, merupakan satu-satunya sekolah di Desa Teluk Kanidai. Sekolah ini hanya memiliki empat ruangan. Satunya ruangan Kepala Sekolah merangkap para guru. Tiga ruangan lagi masing-masing dibagi dua. Artinya, tiap ruangan ada sekat pembatas. Ini berguna untuk menampung murid kelas satu hingga enam. Total murid SDN 018 berjumlah 28 orang.

Dari penjelasan Husni Mubarak, seorang guru sekolah, SDN 018 berdiri sejak tahun 80-an. Hingga kini hanya ada delapan orang guru. sebagian ada yang berstatus pegawai negeri sipil, sebagian lagi honorer. Tidak semua guru berasal dari masyarakat setempat. “Kalau saya sudah tinggal di sini, karena istri saya orang sini,” ujar Husni.

Tidak ada fasilitas apa pun di sekolah ini. Hanya ada tiang bendera yang berdiri di tengah halaman sekolah. Toilet pun dalam kondisi tidak baik. Pintunya terlepas. Closednya jorok dan dipenuhi kotoran. Bak air kosong. Kran air tak berfungsi. Baunya sangat menggangu jika kita mendekat di tempat ini.

SETELAH meninjau sekolah ini, kami beranjak ke tempat camping. Lokasinya tak jauh dari sekolah dan lebih dekat ke sungai. Selain ke sekolah, Camping memang bagian dari agenda weekend pengurus HMI Komisariat FISIP Universitas Riau.

Cuaca cukup panas. Beberapa diantara kami mendirikan tenda. Sebagiannya lagi membuat tungku lalu memasak nasi. Beruntung, lokasi pendirian tenda dekat pohon karet yang tinggi dan cukup melindungi dari terik matahari. Butuh waktu lebih kurang setengah jam untuk mendirikan tenda ini. lebih lama dari pada menanak nasi.
Tenda Pengurus HMI Komisariat FISIP Universitas Riau. Letaknya tak jauh dari sungai.

Sembari menunggu masakan terhidang, ditemani makanan ringan, kami  buat permainan. Seperti biasa, tiap permainan butuh konsentrasi. Jika salah harus siap menerima hukuman. Hukumannya macam-macam. Sesuai kehendak pemandu. Saya paling sering mendapat hukuman.

Sekitar pukul 3 sore, masakan pun terhidang. Lauknya, sambal telor dibelah dua, dicampur kentang. Saya sangat senang dengan suasana seperti ini. Keakraban sangat terasa.

Azan ashar berkumandang. Setelah menyantap makanan, kami menunaikan shalat. Masjid tidak jauh dari lokasi camping. Sesuai agenda, setelah ashar, pengurus HMI akan bertemu dengan murid sekolah. Husni Mubarak membawa sekitar 20 puluh muridnya ke lokasi camping. Sebelum meninggalkan murid-muridnya, Husni berpesan agar kami memberikan pemahaman soal agama.

Murid-murid ini sangat antusias dengan keberadaan kami sore itu. Bagi mereka, tak asing lagi melihat orang-orang yang datang bercamping di dusun mereka. Lokasi ini memang kerap dijadikan tempat untuk menghabiskan akhir pekan. Ini terbukti, selain kami, siswa SMP dan SMA dari Pekanbaru juga ikut bercamping hari itu. Ini membuat pemandangan di lokasi camping menjadi lebih ramai. Terlebih lagi diantara mereka sibuk dengan aktivitas masing-masing. Termasuk kegiatan kami bercengkrama dengan murid SD tadi.

Suasana bersama murid SD ini semakin terjalin. Terlebih, mereka yang dapat menjawab pertanyaan akan diberi hadiah buku dan pensil. Menurut saya, mereka murid yang cerdas. Tak ada satu pun pertanyaan yang tak bisa mereka jawab. Baik pertanyaan soal ke-Indonesiaan maupun yang berkaitan dengan agama.

Husni menguatkan dugaan saya. Katanya, Murid SDN 018 sering memenangkan olimpiade matematika tingkat kabupaten. Seharusnya, dengan prestasi ini pemerintah harus lebih memperhatikan kondisi tempat belajar mereka. Perhatian ini pasti akan semakin menunjang prestasi murid dalam segala bidang.

SAYA dan Badrun mengendarai sepeda motor. Kami mendatangi seorang laki-laki tanpa baju sedang mengetam kayu dengan mesin serut. Badannya berotot dan hitam kecokelatan. Ia ditemani istrinya yang berbadan gendut. Anak perempuannya sedang mandi di sungai. Sedangkan anak laki-lakinya bermain bola tak jauh dari tempat ia bekerja. Sesekali istrinya memanggil kedua anaknya agar menyudahi aktivitas sore itu.

Laki-laki ini sedang menghaluskan papan untuk memperbaiki sampan yang sudah lapuk di atas bibir sungai. Ia satu-satunya orang yang melakukan pekerjaan ini. Sampan yang diperbaikinya ini milik orang dusun yang bekerja sebagai penambang pasir. Ini pekerjaan lain masyarakat Dusun Teluk Jaring, selain berkebun sawit dan karet.

Sungai Kampar kaya akan kandungan pasir. Hampir semua masyarakat Kampar mengeruk pasir yang ada dalam sungai. Terutama mereka yang tinggal tak jauh dari sungai. Tapi, di Dusun Teluk Jaring, aktivitas ini dilarang oleh masyarakat setempat. Menurut laki-laki tadi, aktivitas itu bisa merusak sungai dan pasirnya akan menipis. “Asal adek tau, hanya di sini yang nampak lagi ada pasirnya,” jelas laki-laki itu.

Di seberang sungai, tepat depan tenda kami berdiri ada sebuah bangunan. Kata laki-laki tadi, bangunan itu milik Perusahaan Daerah Air Minum atau PDAM. Saya tak sempat bertanya, PDAM tersebut milik Kabupaten Kampar atau Kota Pekanbaru. Dia menyebutkan, airnya tidak dinikmati oleh masyarakat setempat tapi didistribusikan ke Pekanbaru.

HARI semakin gelap. Saya dan Badrun segera menuju tenda. Lampu pelita dan obor bambu menerangi tiap tenda. Ada juga yang membawa mesin genset. Usai isya, kami makan bersama. Malam ini lauknya sambal tahu dan tempe ditambah sayur kol. Lagi-lagi suasana ini sangat menyenangkan. Ditengah lampu penerang yang seadanya, kebersamaan dan keakraban ini sungguh terasa.
Dengan lampu penerang seadanya, makan malam itu sangat terasa akrab.

Malam di bumi camping tidak berlalu begitu saja. Kami buat diskusi. Bahasannya soal hubungan manusia dan alam terutama sang pencipta. Ditemani ubi rebus dan kopi hitam, diskusi berlangsung hingga tengah malam. Saya tak dapat menguraikan diskusi tersebut. Ini sangat panjang untuk diuraikan. Bagi kader HMI, ini merupakan Nilai Dasar Perjuangan atau lebih dikenal NDP HMI.

Tengah malam itu juga kami sempatkan untuk menyalakan api unggun. Kami paling akhir melakukan ini. Tenda lain telah melakukan sebelumnya.
kami foto bersama usai menyalakan api unggun.

Angin disertai gerimis tiba-tiba saja turun. Semuanya segera berlari ke tenda masing-masing. Saya berdoa, semoga hujan tak lebat dan tak berlangsung lama. Doa ini terkabul hingga kami tidur puas malam itu.

Paginya, kami membasuh muka di sungai. Sebagian ada yang memilih mandi. Setelahnya, kami menghangatkan badan disisa api unggun yang masih mengepulkan asap. Seorang guru perempuan tenda sebelah berbaik hati memberikan kami satu ceret kopi hangat. Sisa ubi rebus tadi malam menemani seduhan kopi pagi yang dingin itu.*

0 komentar:

Posting Komentar