Pertama saya ingin ucapkan selamat datang pada
adik-adik mahasiswa baru, di kampus yang semoga benar-benar merupakan pilihan
adik-adik semua. Jika tidak seratus persen pilihan adik-adik semoga sembari
menimba ilmu diperkuliahan ini semakin mencintai kampus ini.
Ada yang perlu adik-adik ketahui, nanti tiba saatnya
anda akan mulai bergejolak dengan dosen yang mengajar anda. Pasalnya hanya
satu, dizaman perkuliahan yang semakin modern ini anda lebih banyak terlibat
konflik dengan dosen itu hanya soal nilai. Sifatnya, anda tidak akan pernah
puas memperoleh nilai yang menurut anda tidak mungkin segitu.
Sudah barang pasti anda akan mulai mengutarakan
komentar. Kenapa nilai saya begini? Padahal saya kuliah begini.
Komentar seperti ini percuma anda lontarkan pada sang
dosen, karena anda akan malah dijatuhkan kembali oleh sang dosen. Teman-teman
saya sering mengalami ini. Mereka tidak diberi kebebasan berbicara menyikapi
kewenangan sang dosen yang merasa selalu benar itu. Kalaupun mereka bicara
panjang lebar menjelaskan keberatannya terhadap sang dosen, hanya akan ada satu
jawaban, tetap tidak akan berubah dari kewenangan sang dosen semula.
Ok, itu celoteh saya sedikit terkait kewengan dosen
terhadap nilai mahasiswa.
Ada sisi wajah palsu sang dosen yang jika kita hayal
sangat memalukan. Mungkin kening anda akan berkerut tanpa sadar membayangkan
wajah palsunya. Alasan yang sering saya
dengar dari teman-teman jika mereka menyampaikan keberatannya pada sang dosen,
mereka selalu dibilang jarang masuk, terkadang anda menitip tanda tangan
kehadiran pada teman anda. Ada benarnya juga apa yang dikatan sang dosen mulia
ini, sebagian teman-teman terkadang juga sering melakukan hal yang tak disiplin
ini. Tapi saya pikir, dosen yang mulia ini juga mencoreng kemuliaannya dengan
kemunafikan.
Meminjam kalimat Soe Hok Gie, dosen bukan dewa yang
selalu benar. Sedikit saya ubah kata dosen, Soe Hok Gie pakai kata guru. Benar
memang, ada 16 pertemuan dalam tiap semester, tak pernah pertemuan ini
benar-benar dipenuhi oleh sang dosen. Egonya lagi, jika sang dosen tak bisa
masuk hari itu, dia minta pada mahasiswa tetap menanda tangani daftar hadir.
Bukankah ini juga menitip daftar hadir pada mahasiswa? munafik bukan dosen
macam ini?
Selanjutnya, saya ingin komentar kemampuan sang dosen
untuk mengajar mahasiswa calon intelektual muda, generasi bangsa, generasi
perubahan, calon pemimpin masa depan.
Dosen dizaman perkuliahan modern sekarang tak ubahnya
seperti musik yang berisik dalam sebuah ruangan. Ini sedikit gambaran dosen
ketika mengajar di kelas. Antara dosen dan mahasiswa bak manusia yang lagi
marahan, tak ada tegur sapa, senyap tanpa perbincangan antara satu sama lain.
Dosen sibuk dengan bahan perkuliahannya, menggonta-ganti slide yang sudah
disiapkan sejak beberapa tahun yang lalu, mungkin senior-senior kita juga itu
yang didapatkannya saat duduk dibangku perkuliahan. Padahal dunia ini semakin
berubah, manalah mungkin sama dengan zaman atuk adam dulu. Mulutnya pun tak
henti-henti berceloteh, sombong sekali, tak memberi mahasiswa-mahasiswa
yang duduk itu berbicara.
Mahasiswa pun begitu, sibuk dengan buku dan pulpen yang
belasan tahun terus menemaninya. Mencatat apa yang ditampilkan oleh dosen lewat
slide, padahal jika ditanya apa maksud yang disampaikan dosen dia pun tak tahu.
Apa mata anda tidak capek hanya terfokus pada dua hal, buku dan slide yang
ditampilkan dosen anda?
“Ok, waktu kita habis.” Sang dosen pun keluar. Beginilah kemampun dosen yang memberi
perkuliahan. Tak pandai berdiskusi, takut memberi kesempatan pada mahasiswa
untuk bicara karena takut dikritik, takut lama-lama dalam ruangan karena takut
semakin banyak pertanyaan yang diajukan oleh mahsiswa. Jika dipotong
pembicaraannya ngambek, dia tak pernah ngerti mahasiswa pada ngantuk mendengar
omongannya yang semakin lama semakin tak nyambung.
Ada lagi wajah-wajah muda yang mengawali profesinya
sebagai dosen. Hem... apatisnya minta ampun. Tidak respect dengan kegiatan
mahasiswa apalagi pergerakan mahasiswa. Hanya ada satu kalimat yang menurut
saya pas dengan dosen seperti ini, ini dosen semasa jadi mahasiswa tahunya
hanya belajar di kelas selesai itu pulang. Mungkin kalau ditanya Tri Darma
Perguruan Tinggi pun dia tak tahu. Fungsi mahasiswa diluar hal yang berbaur
akademis pun mungkin tak paham. Ikut demo pun tak pernah mungkin, bahkan dia malahan benci
dengan demo atau akasi-aksi demonstrasi. Dia selalu lupa bahwa
pemimpin-pemimpin jahat di negeri ini dicampakkan oleh mahasiswa lewat aksi.
Tutuplah muka mu dengan topeng wahai sang dosen, agar
engkau tahu malu dan jangan buat malu lagi. Ini untuk dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universiitas Riau. Semoga ada yang tersinggung.
Dibelakang rumah,
empat hari jelang masuk
perkuliahan semester ganjil. 9.30 WIB, 2013
0 komentar:
Posting Komentar