Jumat, 01 Februari 2019

Begini Inflasi, Nilai Tukar Petani, Ekspor Impor dan Potensi Desa Riau 2018

Aden Gultom, Kepala BPS Riau, beri keterangan pada salah satu televisi lokal usai menyampaikan laporan bulanan ekonomi Riau pada wartawan.

Badan Pusat Statistik (BPS) Riau memaparkan empat hal di atas di hadapan wartawan, Rabu (2/1/2019). Aden Gultom memulai pemaparannya setelah mendengar terlebih dahulu siaran pers BPS Pusat lewat video conference.


Pada Desember 2018, inflasi Riau sebesar 0,23 persen dengan indeks harga konsumen atau IHK 136,69. Sementara, dari Januari sampai Desember 2018 atau tahun kalender, inflasi Riau sebesar 2,45 persen, sama besarnya dari tahun ke tahun atau year on year.

“Ini bagus sekali. Kejutan untuk Riau karena di bawah nasional 3,13 persen,” kata Aden Gultom, Kepala BPS Riau.

Tiga kota di Riau juga terjadi inflasi selama Desember 2018. Pekanbaru 0,18 persen dengan IHK 136,54 atau 2,54 persen sepanjang 2018. Diikuti Dumai 0,22 persen dengan IHK 136,30 atau 1,85 persen selama 2018. Sementara, Tembilahan 0,70 persen dengan IHK 139,00 atau 2,64 persen dari Januari-Desember 2018.

Kata Aden, inflasi di bawah 3 persen tergolong rendah. Lanjutnya, inflasi di Indonesia termasuk Riau, sejak 2015 memang sangat terkendali. “Itu tidak terlepas adanya tim inflasi yang bekerja di daerah.”

Beberapa kelompok pengeluaran yang pengaruhi inflasi Riau pada Desember 2018, adalah kelompok transportasi, komunikasi dan jasa komunikasi sebesar 0,56 persen. Diikuti kelompok bahan makanan sebesar 0,48 persen, kelompok kesehatan 0,09 persen, lalu kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar sebesar 0,06 persen dan kelompok makanan jadi, minuman, rokok serta tembakau sebesar 0,03 persen.

Selain itu, beberapa kelompok dapat menahan inflasi atau mengalami deflasi. Kelompok sandang sebesar 0,12 persen serta kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga sebesar 0,03 persen.

Komoditas yang menyumbang inflasi antara lain, angkutan udara, bawang merah, daging ayam ras, tomat sayur, bayam, udang basah, buah anggur, ayam hidup dan lainnya. Sementara, komoditas yang menyumbang deflasi adalah, kentang, ikan mujair, petai, minyak goreng, telur ayam ras, emas, perhiasan, bawang putih dan lainnya.

“Angkutan udara jadi faktor utama karena akhir tahun banyak yang bepergian atau liburan,” ujar Aden. Namun, lanjut Aden, rokok kretek filter adalah penyebab utama inflasi di Riau selama 2018 dengan andil 0,29 persen, selain beras 0,25 persen dan angkutan udara 0,16 persen.

Selanjutnya, Aden menjelaskan nilai tukar petani (NTP) Riau pada Desember 2018. Informasi ini, katanya, tidak mengenakkan bagi warga Riau. NTP Riau Desember 2018 sebesar 92,70 atau turun 0,22 dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 92,90. Dilihat dari statistik yang ditampilkan Aden, penurunan ini terus terjadi sejak Februari 2018. “Pengaruhnya, penurunan harga sawit dan kelapa. Penerimaan lebih kecil dari yang harus dibayar petani.”

Indeks harga yang diterima petani pada Desember 2018 memang naik 0,16 persen dari bulan sebelumnya. Tapi, indeks harga yang dibayar petani lebih besar 0,38 persen juga dibanding dengan bulan sebelumnya.

Secara umum, petani Riau mengalami defisit. Itu terjadi pada petani subsektor tanaman perkebunan rakyat dengan nilai tukar sebesar 86,89. Kemudian subsektor peternakan dengan nilai tukar 95,62 dan subsektor holtikultura dengan nilai tukar sebesar 99,55. Sebaliknya, petani pada subsektor perikanan dan tanaman pangan mengalami surplus, masing masing dengan nilai tukar sebesar 113,84 dan 103,26.

Penurunan NTP pada bidang peternakan sebesar 1,13 persen, perikanan 0,89 persen, holtikultura 0,40 persen dan tanaman perkebunan rakyat 0,08 persen. Hanya NTP pada sektor tanaman pangan yang naik sebesar 0,60 persen. Riau pun menduduki posisi 8 dari 10 provinsi di Sumatera atas NTP pada Desember 2018. “Tahun sebelumnya, di bulan yang sama, Riau posisi 2,” jelas Aden.

Penurunan NTP juga diikuti penurunan nilai tukar usaha rumah tangga petani atau NTUP sebesar 0,04 persen. Sebesar 104,63 pada November, turun jadi 104,59 pada Desember 2018. NTUP dihitung berdasarkan perbandingan harga yang diterima petani dengan harga yang dibayar. Komponen harga yang dibayar hanya mencakup biaya produksi dan penambahan barang modal.

Petani Kampung Buantan Lestari, Kecamatan Bungaraya, Siak panen cabai merah dan hijau.
Nilai Ekspor Riau pada November 2018 tercatat sebesar 1,27 miliar Dolar Amerika. Naik 2,01 persen dari Oktober. Bila dilihat sejak Januari hingga November 2018, total nilai ekspor Riau sebesar 14,75 miliar Dolar Amerika atau meningkat 0,17 persen dibanding 2017.

Naiknya nilai Ekspor Riau dikarenakan meningkatnya jumlah ekspor migas sebesar 14,21 persen. Hal itu disebabkan meningkatnya jumlah ekspor minyak mentah sebesar 15,00 persen, dan industri pengolahan hasil minyak senilai 19,45 persen. Meski ekspor nonmigas turun 0,04 persen dari Oktober ke November 2018, sektor ini masih mendominasi jumlah eskpor di Riau.

Terhitung, ekspor nonmigas Riau pada November 2018, sebesar 1,06 miliar Dolar Amerika. Bila dihitung sejak awal 2018, total nilai ekspor nonmigas Riau sebesar 12,25 miliar Dolar Amerika atau turun 2,48 persen dari tahun sebelumnya. Ini disebabkan eskpor industri turun 2,75 persen tapi ekspor pertanian naik 42,07 persen.

Kenaikan ekspor nonmigas hanya terjadi pada beberapa produk kimia sebesar 21,56 juta Dolar Amerika. Selanjutnya pada bubur kayu sebesar 4,72 juta Dolar Amerika termasuk ampas dan sisa industri makanan sebesar 0,32 juta Dolar Amerika. Beberapa yang turun adalah, lemak dan minyak hewan sebesar 15,76 juta Dolar Amerika, bahan kimia organik sebesar 4,13 juta Dolar Amerika serta kertas dan karton sebesar 3,41 juta Dolar Amerika.

“Ekspor Riau tetap didominasi nonmigas. Migas hanya 16,13 persen,” ujar Aden. Total, Riau berkontribusi sebesar 8,56 persen terhadap ekspor nasional.

Tujuan utama ekspor nonmigas Riau tersebar di 10 negara. Separuhnya, yakni Tiongkok, India, Belanda, Pakistan dan Malaysia berkontribusi 54,27 persen dari nilai ekspor nonmigas. Sedangkan Spanyol, Amerika Serikat, Bangladesh, Singapura dan Rusia sebesar 16,30 persen. Total nilai ekspor nonmigas ke negara-negara tersebut telah memberikan kontribuasi sebesar 70,57 persen.

Selanjutnya, nilai impor Riau pada November 2018 tercatat sebesar 147,68 juta Dolar Amerika. Naik 17,18 persen dibanding Oktober tahun yang sama. Kenaikan ini juga karena bertambahnya jumlah impor migas sebesar 864,27 persen, tapi impor nonmigas turun 6,85 persen.

Secara keseluruhan, mulai Januari hingga November 2018 total nilai impor Riau adalah 1,45 miliar Dolar Amerika. Jumlah ini naik 13,99 persen dibanding tahun sebelumnya. Faktornya, impor migas naik 15,58 persen dan nonmigas naik 13,71 persen.

Aktivitas impor di Riau juga didominasi sektor nonmigas. Pada November 2018 tercatat sebesar 114,15 juta Dolar Amerika meski turun 6,85 persen dari bulan sebelumnya. Total impor nonmigas sejak Januari sampai November 2018, sebesar 1,22 miliar Dolar Amerika dan meningkat sebesar 13,71 persen. Dengan catatan ini menunjukkan, kontribusi impor Riau terhadap nasional sebesar 0,87 persen.

“Sebenarnya sangat mengkhawatirkan. Banyak barang konsumsi dari luar negeri yang masuk ke Riau bila dibanding tahun sebelumnya,” sebut Aden. Tapi, secara keseluruhan neraca perdagangan Riau surplus 1,12 miliar Dolar Amerika atau totalnya 13,30 miliar Dolar Amerika sepanjang 2018.

Tiongkok masih jadi utama dalam hubungan ekspor dan impor di Riau. Diikuti Kanada, Malaysia dan Singapura. Selain Thailand, Saudi Arabia, Australia, India, Oman dan Jerman.

Sebelum menutup pertemuan, Aden Gultom menjelaskan potensi desa di Riau pada 2018. Penghitungan ini dilakukan 3 kali dalam 10 tahun untuk membentuk indeks pembangunan desa (IPD) dan menentukan klasifikasi desa. “Sejak 2011, jumlah desa dan kecataman bertambah.”

Ada 1.607 desa ditambah 268 kelurahan dari 169 kecamatan dan 12 kabupaten/kota di Riau. Sebanyak 88 desa masih tergolong tertinggal. Sedangkan desa yang berkembang ada 1.405 dan desa mandiri berjumlah 114. Kata Aden, sejak 2014, terus terjadi perbaikan kualitas desa dengan semakin berkurangnya jumlah desa tertinggal. Perbaikan ini dihitung dari IPD Riau 2018 sebesar 63,54 yang meningkat 4,50 dibanding 4 tahun ke belakang.

IPD Riau dihitung berdasarkan lima aspek. Pertama, pelayanan dasar. Selanjutnya kondisi infrastruktur, transportasi, pelayanan umum dan penyelenggaraan pemerintah desa. Seluruhnya meningkat selama 2018 dibanding sejak 2014. Peningkatan tertinggi terjadi pada penyelenggaran pemerintah desa dengan 11,06 poin. Sedangkan kenaikan terendah terjadi pada pelayanan umum dengan poin 0,70.

Salah satu potensi desa atau kelurahan dilihat dari ketersediaan wisatanya. Riau, pada 2014, memiliki 23 desa wisata dan hanya bertambah satu desa wisata pada 2018.

Selain itu, mayoritas desa di Riau juga menghadapai berbagai tantangan. Pertama, tantangan bencana alam. Ada 584 desa dan kelurahan terdampak banjir, 468 terdampak kebakaran hutan dan lahan serta 208 terdampak kekeringan. Selanjutnya ada yang terdampak angin puting beliung, gelombang pasang laut, longsor, banjir bandang dan gempa bumi.

Tantangan selanjutnya adalah pencemaran. Sekitar 454 desa terdampak pencemaran air. Yang terdampak pencemaran udara 248 desa dan 32 desa terdampak pencemaran tanah. Tantangan terakhir adalah soal keamanan. Dari sekian tindak kejahatan, kata Aden, penyalahgunaan atau peredaran narkoba dan perkelahian massal adalah yang paling mencuat selama 2018.

Sebelum benar-benar menyudahi pertemuan, Aden menyinggung pemberitaan yang terbit sebelum konferensi pers dimulai mengenai kemiskinan di Riau. Sejumlah media memberitakan bahwa, jumlah masyarakat miskin di Riau terus bertambah. Aden membenarkan itu, apabila penghitungannya dari Maret ke September 2018 sebagaimana rentang waktu yang lazim menghitung angka kemiskinan.
 
“Tapi, kalau dilihat dari September 2017 ke bulan yang sama pada 2018, jumlahnya justru berkurang,” tegasnya. Detail angka kemiskinan di Riau akan disampaikan BPS bulan depan.

0 komentar:

Posting Komentar