Kamis, 25 Desember 2014

Anas Maamun Tak Bisa Angkuh Lagi

Oleh Suryadi


Anas Maamun Ditangkap Tangan Oleh KPK Saat Menerima Suap Dari Gulat Manurung. foto:kompasiana.com

Pada 21 April lalu Aliansi Mahasiswa Riau melakukan aksi  demonstrasi depan kantor Gubernur Propinsi Riau. Aksi ini reaksi terhadap informasi yang beredar mengenai ulah Anas Maamun yang kerap di sapa Atuk terkait ucapan yang tidak senonoh depan publik. Ucapan kotor atau makian yang dilontarkan Anas pada media sangat mencoreng nama baiknya sendiri terlebih lagi nama semua masyarakat Riau.


Bagaimana tidak, Riau sebagai  wilayah Melayu yang menjunjung tinggi etika, sopan santun dan tutur bahasa menjadi tidak dihormati lagi karena ulah pemimpinnya yang tidak berbudi dan berakhlak mulia. Pemimpin sebagai orang yang terpandang dan sebagai panutan tentunya harus memiliki kelebihan dari pada rakyat yang dipimpin. Kelebihan-kelebihan itu yang kiranya menjadi contoh bagi orang banyak. Bukan kelebihan memaki atau berkata kotor.

Pemimpin yang diharapakan di tanah Melayu ini adalah pemimpin yang arif lagi bijaksana, pemimpin yang ramah yang dekat dengan masyarakat, berkata baik dan mengayomi. Terlebih lagi ada yang salah diperbaiki dengan baik kembali.

Di tengah bergulirnya reformasi di negeri ini semua harapan bertumpu pada pemimpin. Pemimpin yang baik, pemimpin yang bisa menjalankan pemerintahan dengan bijaksana, kebijakan-kebijakan yang lahir memang benar-benar diperuntukkan bagi rakyat yang di pimpin. Kebijakan yang dilahirkan bukan untuk keluarga serta sanak famili apalagi untuk diri sendiri. 

Reformasi yang diharapakan, perubahan pola pemerintahan yang lebih pro rakyat yang menjunjung tinggi harkat dan martabat rakyat. Ringkasnya, jangan sampai kepemimpinan otoriter gaya sang penguasa 32 tahun terjadi di bumi Melayu ini atau Indonesia lebih luasnya.

Sebagian dari kita mungkin memahami bagaimana watak serta perilaku Anas Maamun dalam memimpin. Amanah serta jabatan yang diemban diperlakukan sesuka hati, otoriter, semaunya dalam membuat keputusan. Sedikit gambaran, ketika masih menjabat sebagai Bupati Rokan Hilir pegawai-pegawai yang menentang dengan kebijakannya dipindah tugaskan nun dipelosok negeri, sehingga menutup mulut orang yang ingin bersuara. Aktivis mahasiswa yang berdemonstrasi ditandai wajahnya satu persatu dan dicari sampai ke keluarga-keluarganya. Jika keluarganya ada yang berstatus sebagai pegawai negeri akan dipindahkaan wilayah kerjanya ke wilayah seperti yang disebutkan di atas tadi.

Lantas dengan kondisi seperti ini sebagian orang masih menutupi kejahatan pemimpin seperti ini, dengan mengatakan Anas itu bagus banyak pembangunan. Harus dicermati kembali bahwa cara berpikir sperti ini sangat dangkal dan sangat tidak kritis. Dimana pun, yang namanya pemimpin pasti membangun negeri yang diipimpin. Kalau tidak membangun ngapain jadi pemimpin? Dibalik ini semua harus dipahami, apakah pembangunan yang dilakukan benar-benar bersih dari kroupsi? Apakah tidak ada uang rakyat dicuri? Apakah bahan bangunan sesuai dengan yang telah dianggarkan? Apakah mata tidak bermain dengan pelaku kontraktor yang mengerjakan proyek pembangunan? Ini yang harus dijadikan tanda tanya kita bersama.

Kini Anas Maamun tidak dapat berkilah lagi. Komisi anti rasuah sudah menangkap Anas Maamun sebagai tersangka kasus suap dalam pembebasan lahan di dua kabupaten di Propinsi Riau. Kabupaten Kuantan Singingi dan Rokan Hilir. Anas tertangkap tangan saat menerima uang 200 juta dari Gulat Medali Emas Manurung di kediamannya sendiri di Jakarta. Gulat sendiri adalah dosen Fakultas Pertanian di Universitas Riau.

Selain itu, kejahatan moral yang dilakukan Anas Maamun selama ini juga terbukti benar. Saya membaca di inforiau.co Edi Ahmad RM orang dekat Anas Maamun sendiri mengakui perilaku keji Anas yang menodai beberapa perempuan yang pernah dilecehkannya. Pengakuan ini disampaikan Edi sebagai saksi usai sidang di pengadilan Negeri Jakarta. Anas Maamun meminta Edi untuk menyuap beberapa media agar jangan memberitakan perilaku amoral sang kakek tua dari Rokan Hilir itu.

Dalam mengawali ini, tertuang harapan pada satu elemen yang memiliki fungsi kontrol terhadap pemerintah. Elemen mahasiswa. Mahasiswa tidak lepas dari yang namanya pekerjaan seperti ini. Sejak Republik ini didirikan peranan dari kaum intelektual selalu mengisi perjalanan bangsa ini sampai saat sekarang.

0 komentar:

Posting Komentar