Sore itu sekira
pukul setengah empat, tenda yang beratap terpal biru tanpa dinding dibongkar.
Semua barang-barang yang ada dikemas dan dikumpulkan. Tikar merah dan karton
sebagai alas tidur juga dilipat. Mereka akan berangkat ke Jakarta untuk melakukan
aksi bakar diri. Ali Wahyudi, Joni Setiawan, Jumani, M. Ridwan, Safrudin dan
Suwagiyo adalah warga Pulau Padang.
Sebelum
berangkat mereka lakukan konferensi pers. Tikar merah yang biasa digunakan
untuk tidur dibentang dan duduk di atasnya. Para media ada yang duduk dan ada
yang berdiri sambil nyorot kamera ngambil gambar mereka yang hendak berangkat.
“kami tetap pada niat kami untuk lakukan aksi bakar diri, karena pemerintah tak
peduli lagi dengan keadaan kami,” tegas M. Ridwan, matanya merah dan berlinang.
Teman-temannya yang lain hanya menundukkan kepala tanpa keluar suara sedikit
pun.
Usai konferensi
pers mereka berpelukan dengan erat sekali. Isak tangis pun mengawali
keberangkatan mereka menuju bandara. Istri dan warga pulau padang yang lain ikut
mengantar mereka menuju bandara. Nisa istri M. Ridwan mengatakan, saya
sebenarnya tak rela melihat nya untuk melakukan bakar diri. Namun ini adalah
komitmen kami sejak awal menikah. Bang Ridwan mengatakan dia tidak akan
menjajanjikan kebahagiaan. Diawal pernikahan mereka Nisa udah ditinggal Ridwan
selama enam bulan karena Ridwan harus masuk bui. Saat itu Ridwan terlibat
konflik ketika membela masyarakat Kampar yang lahannya digarap.
Mereka diantar
dengan mobil sedan hitam ke bandara. Dari dalam mobil mereka hanya menatap
kosong ke depan dengan menahan air mata. Dengan tatapan yang penuh tanya,
pengendara yang lewat menatap kearah kerumunan media yang sibuk mengabadikan
momen mengharukan itu. Seketika itu pula clackson kendaraan sahut menyahut.
Jalanan sempat terganggu.
Tiba dibandara,
dengan tenang mereka melangkah sambil menyandang ransel hitam dan menuju
kesebuah tempat ngopi. Sambil menunggu keberangkatan. Wartawan pun sibuk
mewawancarai mereka. Ridwan mulai tak konsen. Sesekali Ia salah menyebut nama orang
ketika ngangkat telpon. Nisa tak
henti-hentinya berbisik dan mengusap bahu Ridwan supaya tetap tenang. Mereka
udah hampir setahun menikah, tapi belum memiliki anak.
Sebelum
berangkat ke Pekanbaru, mereka adakan pertemuan membahas tindakan apa lagi yang
dilakukan untuk menyelesaikan kasus konflik hutan yang disebabakan oleh
masuknya PT. RAPP semenjak terbit SK. 327 dari Menteri Kehutanan RI (Menhut).
Hadir dalam pertemuan tersebut sekitar dua puluhan. Solusi yang dikeluarkan
pada saat itu adalah aksi bakar diri depan Istana Negara. Sebelum bakar diri,
mereka akan mendirikan tenda selama seminggu depan gedung DPRD. Hanya sepuluh
orang yang sepakat. Pada detik-detik keberangkatan, tiga orang mengundurkan
diri. Alasannya tak direstui oleh keluarga. Tujuh orang yang tinggal tetap
melanjutkan perjalanan ke Pekanbaru. Meski diantara mereka ada yang tak
mendapat restu dari keluarga.
Di Pekanbaru
mereka dirikan tenda di pinggiran jalan Sudirman. Tepatnya depan gedung Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Propinsi Riau. Tenda didirikan usai shalat
zuhur. Sebelumnya, tepat pukul sepuluh pagi mereka lakukan aksi depan kantor
Radio Republik Indonesia (RRI). Saat itu depan kantor RRI ada festival nyanyi
lagu melayu untuk cari Bintang Radio Pekanbaru 2012 sempena hari jadi Pekanbaru
ke 228. Festival sempat terhenti sejenak saat Sekretaris Jendral (Sekjen) STR
Adi Kuswanto orasi depan kantor tersebut. Mereka yang hanya menundukkan kepala,
matanya merah dan berlinang. Songkok putih menutup kepala mereka.
Mereka tiba di
Pekanbaru Minggu 24 Juni 2012 sekitar pukul empat sore. Mereka langsung menuju
ke sekretariat Serikat Tani Riau (STR) untuk beristirahat. Esoknya usai lakukan
aksi depan kantor RRI, mereka long march
menuju gedung DPRD Propinsi Riau dan mendirikan tenda sebelah kiri gerbang
masuk gedung tersebut.
Hari demi hari
terus berlalu. Namun tak seorang wakil rakyat pun yang mau menghampiri tenda
mereka yang dilewati angin sejuk kala malam dan panas terik matahari kala
siang. Mereka lewat begitu saja seperti tak melihat ada sesuatu yang mengganjal
di mata mereka. Tak sedikit pun kaca mobil mewahnya terbuka dan menatap kearah
tenda biru yang diikatkan ke pohon-pohon. Tak setutur kata pun keluar dari
bibir mereka sebagai wakil rakyat untuk menyapa orang-orang yang rela mengorbankan
nyawa demi orang banyak di Pulau Padang.
Para wakil
rakyat daerah sibuk dengan kesenangan yang dimilikinya. Mereka
berbondong-bondong datang ke gedung DPRD tengah malam. Membawa keluarga mereka
untuk menyaksikan laga final Euro 2012 antara Spanyol dengan Itali. Namun tak
ada sedikit waktu yang mereka bagikan untuk menghampiri dan mendengar curhat
para warga yang hendak bakar diri tersebut. “kami tak mau masuk kedalam gedung
tersebut. Kami udah muak untuk aksi depan mereka karena aksi kami tak hanya
kali ini saja. Mereka memang benar-benar tak peduli dengan nasib kami, nasib
warga pulau padang,” ujar Ridwan dengan keras.
Enam hari hidup
di bawah tenda, barulah seorang wakil rakyat datang menghampiri. Masnur namanya
dari Komisi A. Ia datang dengan pakaian rapi. Kemeja garis-garis, lengan
panjang, baju masuk kedalam dan diikat dengan ikat pinggan hitam. Ia hadir
karena disinggung oleh media-media yang mengatakan mereka tak peduli dengan
nasib warga Pulau Padang. Ia hampiri orang-orang yang berada dibawah tenda
tersebut. Memulai cerita dengan menjawab rasa tersinggungnya terhadap
pemberitan media. “apa kalian udah lapor dengan keamanan disini untuk
mendirikan tenda,? Apa kalian udah kirim
surat ke DPRD untuk hearing? Saya
kurang tau juga perkembangan kasus ini sekarang,” ujar Masnur dengan ketidak
pahamannya terhadap kasus pulau Padang.
Hambatan selama
hidup dibawah tenda kecil yang pas untuk tujuh orang tentu ada. Panas matahari disiang hari buat mereka gerah
dalam tenda. Tak hanya itu, saat hujan datang malam hari mereka tak bisa tidur
nyenyak. Hingga mereka membuat kanal kecil disekeliling tenda agar tenda mereka
tak banjir.
Seminggu tinggal
dibawah tenda juga tak buat mereka kesepian. Banyak juga orang peduli dengan keadaan mereka.
Kadang mereka diantar makanan. Siang hari mereka juga diantar gorengan dan
roti.
0 komentar:
Posting Komentar