Jumat, 09 November 2012

Mereka Hendak Bakar Diri

Oleh Suryadi
Sore itu sekira pukul setengah empat, tenda yang beratap terpal biru tanpa dinding dibongkar. Semua barang-barang yang ada dikemas dan dikumpulkan. Tikar merah dan karton sebagai alas tidur juga dilipat. Mereka akan berangkat ke Jakarta untuk melakukan aksi bakar diri. Ali Wahyudi, Joni Setiawan, Jumani, M. Ridwan, Safrudin dan Suwagiyo adalah warga Pulau Padang.

Sebelum berangkat mereka lakukan konferensi pers. Tikar merah yang biasa digunakan untuk tidur dibentang dan duduk di atasnya. Para media ada yang duduk dan ada yang berdiri sambil nyorot kamera ngambil gambar mereka yang hendak berangkat. “kami tetap pada niat kami untuk lakukan aksi bakar diri, karena pemerintah tak peduli lagi dengan keadaan kami,” tegas M. Ridwan, matanya merah dan berlinang. Teman-temannya yang lain hanya menundukkan kepala tanpa keluar suara sedikit pun.

Usai konferensi pers mereka berpelukan dengan erat sekali. Isak tangis pun mengawali keberangkatan mereka menuju bandara. Istri dan warga pulau padang yang lain ikut mengantar mereka menuju bandara. Nisa istri M. Ridwan mengatakan, saya sebenarnya tak rela melihat nya untuk melakukan bakar diri. Namun ini adalah komitmen kami sejak awal menikah. Bang Ridwan mengatakan dia tidak akan menjajanjikan kebahagiaan. Diawal pernikahan mereka Nisa udah ditinggal Ridwan selama enam bulan karena Ridwan harus masuk bui. Saat itu Ridwan terlibat konflik ketika membela masyarakat Kampar yang lahannya digarap.
Mereka diantar dengan mobil sedan hitam ke bandara. Dari dalam mobil mereka hanya menatap kosong ke depan dengan menahan air mata. Dengan tatapan yang penuh tanya, pengendara yang lewat menatap kearah kerumunan media yang sibuk mengabadikan momen mengharukan itu. Seketika itu pula clackson kendaraan sahut menyahut. Jalanan sempat terganggu.

Tiba dibandara, dengan tenang mereka melangkah sambil menyandang ransel hitam dan menuju kesebuah tempat ngopi. Sambil menunggu keberangkatan. Wartawan pun sibuk mewawancarai mereka. Ridwan mulai tak konsen. Sesekali Ia salah menyebut nama orang ketika ngangkat telpon. Nisa tak henti-hentinya berbisik dan mengusap bahu Ridwan supaya tetap tenang. Mereka udah hampir setahun menikah, tapi belum memiliki anak.

Sebelum berangkat ke Pekanbaru, mereka adakan pertemuan membahas tindakan apa lagi yang dilakukan untuk menyelesaikan kasus konflik hutan yang disebabakan oleh masuknya PT. RAPP semenjak terbit SK. 327 dari Menteri Kehutanan RI (Menhut). Hadir dalam pertemuan tersebut sekitar dua puluhan. Solusi yang dikeluarkan pada saat itu adalah aksi bakar diri depan Istana Negara. Sebelum bakar diri, mereka akan mendirikan tenda selama seminggu depan gedung DPRD. Hanya sepuluh orang yang sepakat. Pada detik-detik keberangkatan, tiga orang mengundurkan diri. Alasannya tak direstui oleh keluarga. Tujuh orang yang tinggal tetap melanjutkan perjalanan ke Pekanbaru. Meski diantara mereka ada yang tak mendapat restu dari keluarga.
Di Pekanbaru mereka dirikan tenda di pinggiran jalan Sudirman. Tepatnya depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Propinsi Riau. Tenda didirikan usai shalat zuhur. Sebelumnya, tepat pukul sepuluh pagi mereka lakukan aksi depan kantor Radio Republik Indonesia (RRI). Saat itu depan kantor RRI ada festival nyanyi lagu melayu untuk cari Bintang Radio Pekanbaru 2012 sempena hari jadi Pekanbaru ke 228. Festival sempat terhenti sejenak saat Sekretaris Jendral (Sekjen) STR Adi Kuswanto orasi depan kantor tersebut. Mereka yang hanya menundukkan kepala, matanya merah dan berlinang. Songkok putih menutup kepala mereka.

Mereka tiba di Pekanbaru Minggu 24 Juni 2012 sekitar pukul empat sore. Mereka langsung menuju ke sekretariat Serikat Tani Riau (STR) untuk beristirahat. Esoknya usai lakukan aksi depan kantor RRI, mereka long march menuju gedung DPRD Propinsi Riau dan mendirikan tenda sebelah kiri gerbang masuk gedung tersebut.

Hari demi hari terus berlalu. Namun tak seorang wakil rakyat pun yang mau menghampiri tenda mereka yang dilewati angin sejuk kala malam dan panas terik matahari kala siang. Mereka lewat begitu saja seperti tak melihat ada sesuatu yang mengganjal di mata mereka. Tak sedikit pun kaca mobil mewahnya terbuka dan menatap kearah tenda biru yang diikatkan ke pohon-pohon. Tak setutur kata pun keluar dari bibir mereka sebagai wakil rakyat untuk menyapa orang-orang yang rela mengorbankan nyawa demi orang banyak di Pulau Padang.

Para wakil rakyat daerah sibuk dengan kesenangan yang dimilikinya. Mereka berbondong-bondong datang ke gedung DPRD tengah malam. Membawa keluarga mereka untuk menyaksikan laga final Euro 2012 antara Spanyol dengan Itali. Namun tak ada sedikit waktu yang mereka bagikan untuk menghampiri dan mendengar curhat para warga yang hendak bakar diri tersebut. “kami tak mau masuk kedalam gedung tersebut. Kami udah muak untuk aksi depan mereka karena aksi kami tak hanya kali ini saja. Mereka memang benar-benar tak peduli dengan nasib kami, nasib warga pulau padang,” ujar Ridwan dengan keras.
Enam hari hidup di bawah tenda, barulah seorang wakil rakyat datang menghampiri. Masnur namanya dari Komisi A. Ia datang dengan pakaian rapi. Kemeja garis-garis, lengan panjang, baju masuk kedalam dan diikat dengan ikat pinggan hitam. Ia hadir karena disinggung oleh media-media yang mengatakan mereka tak peduli dengan nasib warga Pulau Padang. Ia hampiri orang-orang yang berada dibawah tenda tersebut. Memulai cerita dengan menjawab rasa tersinggungnya terhadap pemberitan media. “apa kalian udah lapor dengan keamanan disini untuk mendirikan tenda,?  Apa kalian udah kirim surat ke DPRD untuk hearing? Saya kurang tau juga perkembangan kasus ini sekarang,” ujar Masnur dengan ketidak pahamannya terhadap kasus pulau Padang. 

Hambatan selama hidup dibawah tenda kecil yang pas untuk tujuh orang tentu ada.  Panas matahari disiang hari buat mereka gerah dalam tenda. Tak hanya itu, saat hujan datang malam hari mereka tak bisa tidur nyenyak. Hingga mereka membuat kanal kecil disekeliling tenda agar tenda mereka tak banjir.
Seminggu tinggal dibawah tenda juga tak buat mereka kesepian. Banyak  juga orang peduli dengan keadaan mereka. Kadang mereka diantar makanan. Siang hari mereka juga diantar gorengan dan roti.

0 komentar:

Posting Komentar